Rabu, 06 Mei 2015

02.26.00

Pendakian Gunung Prau - Wonosobo terkenal dengan dataran tinggi dieng-nya, selain itu ada juga 2 gunung gagah berdiri bersebelahan yang namanya sudah terkenal di kalangan pendaki gunung sejak lama, yakni Sindoro dan Sumbing yang termasuk ke dalam daftar 7 gunung tertinggi di pulau Jawa. Namun ternyata, masih ada satu gunung lagi, yang tingginya tak terlalu menjulang, tapi punya view pemandangan yang sangat mempesona, letaknya berada di daerah dataran tinggi dieng, namanya Gunung Prau.

Terus terang,Gunung Prau belum lama saya kenal, beberapa bulan lalu, teman saya sempat mengajak ngetrip ke gunung ini, katanya "pemandangannya super indah, sunset dan sunrise-nya juara, keren abis pokoknya". Karena saat itu dompet saya sedang tandus, walhasil saya tidak ikut, kecewa dan merana jadinya, hehe.

Kekecewaan itu coba saya obati dengan mencari info di om google dan dilanjut blogwalking ke sejumlah blog pendaki yang membahas gunung ini. Dan ternyata, wiiihh, makin kecewa bos, soalnya foto-foto Prau yang saya lihat di internet, ngga ada yang jelek, semuanya keren gila. Akhirnya saya jadikan Prau sebagai destinasi impian saya di waktu yang akan datang, dan terwujudlah perjalanan pendakian prau di long weekend kemarin.


Perjalanan panjang dimulai dengan berkendara dari ujung timur Jawa Barat masuk melewati berbagai daerah Jawa Tengah hingga tiba di kota Wonosobo. Kemudian dilanjut dengan perjalanan menanjak menuju kawasan dataran tinggi Dieng. Dalam perjalanan menuju Dieng, kami menemukan banyak gerombolan pendaki di pinggir jalan, usut punya usut ternyata disana merupakan pos pendakian Gunung Prau via Patak Banteng.

Karena waktu sudah menunjukkan pukul 8 malam, tadinya kami ragu untuk naik malam (maklum baru pertama ke sana, takut nyasar dan lain-lain). Namun akhirnya, setelah melalui perdebatan yang panjang dan alot, akhirnya kami sepakat untuk naik jam 9 malam, dengan alasan banyak sekali pendaki yang naik malam itu, jadi kami bisa menguntit mengikuti mereka yang mungkin sudah banyak yang tahu jalur pendakian gunung ini.

Mendaki malam berteman hujan
Keputusan naik malam itu juga ternyata sangat tepat, kami tidak kesulitan mencari jalur atau bahkan nyasar keluar jalur, banyaknya pendaki yang naik memberikan banyak manfaat buat kami yang baru pertama kali menginjakkan kaki di gunung ini. Namun, keputusan tersebut juga salah, karena hujan lebat ternyata setia menghibur kami sepanjang perjalanan.

Di perjalanan pos satu menuju pos dua, disebabkan oleh hujan yang makin deras dengan petir yang mengilat-ngilat, akhirnya kami putuskan untuk singgah dulu di sebuah gubuk tua (sepertinya milik paman petani sekitar perkebunan) berharap hujan cepat reda. Sudah beberapa jam kami menunggu, habis berbatang-batang (jangan ditiru! rokok tidak baik untuk kesehatan, tapi sangat baik untuk kehangatan), ternyata sang hujan tak juga reda, akhirnya dengan gagah berani, kami putuskan untuk lanjut mendaki berteman hujan, saat itu waktu sudah lewat tengah malam.

Sesuai perkiraan hasil dari riset kami sebelum memulai perjalanan, jalur pendakian via Patak Banteng ini ternyata tak terlalu panjang, namun dilengkapi dengan tanjakan terus-menerus hingga sampai bukit teletubbies dekat puncak. Dengan kekuatan fisik yang pas-pasan, ditambah jalur licin yang tersiram hujan, alhasil kami ngos-ngosan dan berjalan selangkah demi selangkah dengan susah payah, hingga akhirnya tiba di kawasan bukit penuh tenda pendaki. Karena sudah sangat lelah secara fisik dan juga mental (maklum newbie), kami pun segera mencari daerah kosong diantara banyak tenda pendaki untuk mendirikan tenda kecil kami. 

Sindoro Sumbing yang malu-malu
Sesaat sebelum tidur, kami sudah memperkirakan sunrise indah tak bakal muncul hari ini, meski dalam hati berharap keajaiban Tuhan untuk menyingkap kabut tebal yang halangi pemandangan. Sekitar jam 5 pagi, riuh suara para pendaki bangunkan kami dari tidur, dengan semangat kami pun langsung membuka pintu tenda dengan harapan keajaiban telah muncul, dan ternyata cuma pucuk-pucuk Sindoro dan Sumbing yang sedikit mengintip diantara kabut pagi itu.


Menjelang siang, kami bangun dari mimpi indah, dan segera keluar tenda untuk menyaksikan pemandangan kabut yang masih juga menyelimuti gunung yang katanya indah ini. karena tak ada pemandangan indah, kami pun malas untuk berkegiatan di luar tenda, sepanjang hari kami habiskan dengan bergelut bersama sleeping bag yang hangat.

Berjam-jam waktu berlalu kami habiskan dengan tidur-makan-tidur-makan-tidur-ngobrol-tidur-makan-tidur-buangair-tidur dan terus begitu hingga sore menjelang. Mentari siang sempat muncul menyingkap langit biru, harapan kabut tebal segera pergi sempat terlintas di otak kami yang mulai sedikit lelah termakan bosan. Dan ternyata harapan kosong yang terjadi, sang mentari kabur lagi ditelan gumpalan kabut yang makin pekat.

Para pendaki yang entah karena bosan menunggu, atau mungkin memang sudah jadwalnya untuk turun gunung, mulai berbenah membereskan tenda dan peralatan perang untuk bersiap pulang. Satu persatu gerombolan tenda mulai hilang dari bukit-bukit puncak Prau. Kami lanjut tidur di dalam tenda sambil sesekali mengintip keluar berharap kabut telah pergi.

Sindoro Sumbing muncul dari lautan awan dibawa sinar rembulan
Sekitar jam 10 malam, para pendaki yang tersisa saling berteriak sahut-menyahut membuat kegaduhan yang mengganggu tidur kami. Penasaran dengan apa yang terjadi di luar, kami pun coba mengintip keluar tenda, dan ternyata.. Subhanalloh, kabut tebal akhirnya hilang tak bersisa, berita tentang pemandangan indah gunung ini akhirnya mendapat pembuktian yang nyata. Lautan awan tersaji di depan mata, pucuk Gunung Sindoro dan Sumbing muncul diantara gumpalannya, terang bulan di atas kepala menyempurnakan malam minggu kami di atas Gunung Prau.

Kami pun bergegas keluar membawa kamera untuk coba abadikan momen. Sayangnya, kombinasi skill fotografi yang payah, kualitas kamera yang tak terlalu bagus, tak adanya tripod, ditambah getaran tubuh yang menggigil menahan dingin, membuat gambar yang kami ambil kacau semua, tak ada yang benar-benar fokus, hehe. Menyerah dengan kamera, kami putuskan untuk nikmati malam indah itu dengan mengandalkan mata telanjang, merekam setiap keindahan ke dalam memori di kepala.

Ditemani secangkir kopi hangat, kami duduk-duduk dekat tenda, bercengkrama diselingi sedikit bercanda, dengan mata yang tak lepas memandangi lukisan indah alam raya, sungguh momen yang sangat berharga. Seketika kebosanan dan kekecewaan yang kami rasakan hilang begitu saja, ditelan malam yang menyajikan panorama keindahan super mewah, digantikan perasaan senang dan takjub yang memenuhi dada.


Esoknya, jreng jreng jreng, sunrise indah yang kami nanti-nanti akhirnya muncul hiasi langit pagi. Udara dingin yang memeluk tubuh dan menusuk tulang, tak menghalangi kami untuk keluar dari tenda dan nikmati momen sunrise Gunung Prau yang terkenal. Keindahannya sulit untuk digambarkan dengan kata-kata.

Foto-foto yang kami ambil pun rasanya tak mampu menangkap segala keindahan yang mampu ditangkap oleh mata. Untuk tahu seindah apa sunrise dan pemandangan Gunung Prau, kamu harus datang sendiri dan buktikan kebenarannya. Berikut foto-foto yang kami ambil saat mencoba mengabadikan momen sunrise dan keindahan yang tersaji pada pagi yang cerah di Gunung Prau.

Kata orang judulnya bukit teletubbies

Pesan moral yang harus anda perhatikan dan lakukan

Akhirnya, setelah puas berfoto ria, kami sarapan sebentar, dilanjut dengan bereskan tenda dan packing semua peralatan ke dalam carrier, bersiap-siap untuk perjalanan pulang. Banyak pendaki yang melakukan hal serupa dan berbondong-bondong turun gunung bersama.

Hasilnya, karena saking banyak yang turun berbarengan, jalur pendakian pun penuh dengan antrian. Satu persatu pendaki menuruni setapak yang curam dan licin dengan tertib, saling tolong menolong tanpa ada insiden yang dapat membahayakan keselamatan. Berikut foto-foto jalur pendakian dan panorama keindahan alam di sekitar jalur.

Pemandangan indah lembah dieng dengan telaga di tengahnya

Tanjakan terjal diantara pos 2 dan pos 3

Setelah turun dan beristirahat sejenak, kami jalan-jalan dulu berkeliling di kawasan dieng plateau dan menemukan pos pendakian Gunung Prau lainnya, yakni melalui jalur dieng. Menurut informasi yang kami dapat, dibandingkan dengan via patak banteng, jalur ini medannya lebih bersahabat, namun dengan jarak yang lebih jauh. Selain 2 jalur ini, ada beberapa jalur lain juga yang bisa dilalui, namun kami tidak menemukan banyak informasi mengenai jalur-jalur lain tersebut. 

Pos Pendakian Gunung Prau via Dieng

Untuk estimasi biaya perjalanan, tergantung dari mana daerah asal anda, jika naik bus atau kendaraan pribadi yang perlu anda tuju pertama kali adalah terminal kota Wonosobo. Untuk transportasi umum dilanjut naik bus kecil menuju dataran tinggi dieng, dengan ongkos saat ini kurang lebih 10 ribu rupiah/orang.

Bagi yang membawa kendaraan pribadi, banyak petunjuk arah yang bisa diikuti menuju dataran tinggi dieng. Kemudian berhenti di desa Patak Banteng sebelum menuju dieng. Tak jauh dari sana, anda akan menemukan petunjuk menuju pos pendakian jalur patak banteng. Bagi yang membawa kendaraan, bisa diparkir di tempat parkir yang banyak tersedia di sekitar, saat ini, ongkos parkir motor ditarif 5 ribu rupiah/hari/motor, titip helm 1 ribu rupiah/hari/helm, untuk parkir mobil kami tidak dapat informasinya, untuk tiket mendaki bisa didapat seharga 10 ribu rupiah/orang.

Disamping mendapat tiket, anda akan mendapat peta sederhana jalur pendakian, dan peraturan-peraturan yang berlaku, dengan keterangan denda untuk beragam pelanggaran. Taati peraturan yang berlaku, dan jangan hilangkan tiket pendakian, karena di beberapa pos selalu ada petugas yang akan memeriksa tiket masuk anda, mungkin dengan maksud untuk merazia para pendaki liar.

Dengan ketinggian 2.565 mdpl, ditambah naik dari pos pendakian dengan ketinggian sekitar 1.700 mdpl, pendakian Gunung Prau tergolong tak terlalu berat untuk dilakukan. Namun tetap saja anda tak boleh meremehkan bahaya dan resiko yang sewaktu-waktu bisa saja datang.

Memang ada relawan yang selalu siap untuk menolong para pendaki yang kesulitan, namun sungguh sangat tak bertanggungjawab dan sedikit memalukan jika kita harus selalu bergantung pada pertolongan orang lain. Alangkah baiknya untuk melengkapi dan mempersenjatai diri dengan peralatan dan persiapan yang baik dan benar, agar pendakian yang anda lakukan tetap aman dan lancar, selamat sampai tujuan. Semoga bermanfaat, salam lestari!

Punya cerita pendakian seru dan ingin kamu share di bluetripper.com, silahkan kirim cerita pendakianmu via e-mail ke alamat bluetripper18@gmail.com. Mari bercerita tentang mendaki!

Baca juga :
info gunung cikuray
5 gunung tertinggi jawa barat
Daftar gunung di jawa barat untuk mendaki
Daftar gunung di jawa tengah untuk mendaki
pendakian gunung ciremai

0 komentar:

Posting Komentar