Jumat, 19 Juni 2015

08.26.00

Melanjutkan catatan perjalanan yang tertunda tentang keindahan Gunung Papandayan, yang di chapter pertama baru sampai mencicipi keindahan sunrise di hutan mati saja, kali ini saya akan merampungkannya dengan kisah keindahan berikutnya yang masih tersimpan di gunung yang satu ini. Padang Edelweiss berjudul Tegal Alun adalah keindahan lainnya yang tersembunyi di belantara hutan Gunung Papandayan, dan saya sangat penasaran dengan tempat ini, karena dalam perjalanan sebelumnya saya belum sempat bertemu dengan Tegal Alun. Langsung saja kita mulai ceritanya.


Foto di atas mungkin sudah memberikan sedikit gambaran betapa indahnya padang edelweiss yang ada di tengah-tengah gunung ini. Ya, tempat itulah yang menjadi tujuan kami berikutnya. Setelah puas menikmati pemandangan sunrise pagi di hutan mati, rasanya kami ingin langsung saja pergi menuju Tegal Alun yang katanya super keren itu. Tapi perut ini rupanya punya keinginan yang berbeda, rasa lapar mulai melanda, dan tak bisa kami hiraukan begitu saja, kami pun putuskan untuk mengisi tenaga dengan kembali ke pondok seladah, dimana tenda bersama segala isinya kami tinggalkan sendirian di sana.

Perjalanan kembali ke Pondok Seladah melewati semak-semak pohon edelweiss dan rawa-rawa kecil
Sarapan pagi mie instan hangat, macam sarapan anak kost di penghujung bulan

Sampai kembali di perkemahan pondok seladah, kami langsung masak mie instan untuk mengisi perut yang keroncongan (jangan ditiru! karena katanya mie instan tak terlalu baik dan minim gizi untuk dimakan dalam pendakian, kecuali kalo kepepet atau sedang bokek, hehe). Setelah selesai, kami bergegas packing barang-barang yang akan dibawa menuju Tegal Alun, dan bertanya sana-sini soal jalur menuju tempat indah itu. Dari hasil bertanya-tanya tersebut, kami dapat informasi bahwa ada 2 jalur yang bisa dilewati, yakni lewat tanjakan terjal yang bisa di mulai dari Pondok Seladah, atau jalur lewat Hutan Mati yang lebih landai dan bersahabat namun dengan jarak lebih jauh. Karena kami so kuat dan tak sabaran, alhasil dipilihlah jalur terjal lewat Pondok Seladah ini, biar lebih menantang dan lebih cepat sampai gitu, hehe. Dan ternyata, naudzubillah banget jalurnya, najak poll dengan medan bebatuan terjal yang bikin lutut cepat bergetarr, padahal kami cuma bawa barang seperlunya aja lo. Tapi sedikit terhibur juga dengan pemandangan pondok seladah kecil di bawah sana, keren dah pokoknya.

Awalnya lewat hutan keren gini, mirip hutan di pilem-pilem korea yang kece itu

Berikutnya ya ini,

dan ini, grrr!

tapi beruntung bisa liat ini..

Ngos-ngosan kami udah poll pokoknya, nanjaknya gile bener coy, super nyiksa. Tapi alhamdulillah penderitaan kami ngga berlangsung terlalu lama, setelah setengah jam-an, tanjakan terjal mulai abis, medan landai mulai menghampiri disertai pepohonan edelweiss yang menyambut, lelah kami pun seketika terobati. Edelweiss makin banyak aja di sepanjang jalur landai ini, kami pun mulai berpikir apa kita udah nyampe Tegal Alun gitu ya, tapi kok biasa aja, ngga terlalu wah, dan ngga mirip sama sekali dengan foto-foto yang kami liat di instagram. Ah kalo ini beneran Tegal Alun, kecewa berat dah, sampai tiba-tiba ketemu pendaki lain yang mau turun dan bilang kalo Tegal Alun masih lumayan jauh di depan sana. Alhamdulillah kita masih belum sampai. Lanjut lagi jalan sampe abis lagi pohon-pohon edelweiss berganti hutan rimbun lagi. Lumayan jauh juga rupanya, sampai kami akhirnya nemu jalan turunan dan bray seketika kami keluar dari hutan dan disambut lapangan megah yang dikelilingi koloni bunga abadi ini, Subhanalloh kece abiss tempatnya! Ternyata ada surga di Gunung Papandayan...

Pake efek dikit, biar lebih kece, hehe

Nongkrong seharian juga ngga bakalan bosen kayaknya

Mulai bermekaran tunjukkan kecantikan warna

Damainya alam raya

Siapa yang tak suka bunga abadi ini

Area Konservasi, jangan sampai kamu rusak dan kotori

Abaikan mukanya, fokus ke bajunya saja, hihi

foto dulu boleh ya, hehe

Itulah sebagian dari banyak gambar yang kami ambil, ingat jangan mengambil apapun selain gambar ok! Jangan biarkan tanganmu menjadi jahil mencuri bunga-bunga indah yang ada di sini! Daripada mengambil sekumpulan edelweiss untuk kau berikan pada kekasihmu, lebih baik ajak dia ke sini, lebih bijaksana, gentle, sekaligus romantis, dijamin kekasihmu bakal senang dan makin cinta sama kamu, hehe.
Keindahan yang terekam oleh kamera tentunya tak bakalan mampu menandingi sensasi mata telanjangmu saat menggerayangi keindahan yang tersaji di tempat ini. So, buat kamu yang belum pernah ke sini, wajib banget buat masukin Tegal Alun Gunung Papandayan ke dalam daftar destinasi liburanmu berikutnya.
Tak banyak yang kami lakukan di sini, mulut tak berhenti berucap takjub mensyukuri keindahan alam yang tersaji, betapa beruntung kita lahir dan hidup di Indonesia yang punya sejuta keindahan ini. Setelah puas berjalan-jalan mengitari hampir seluruh area tegal alun, kami beristirahat sejenak diantara pohon-pohon edelweiss, merangkai alat masak, bersiap membikin kopi hangat. Minum secangkir kopi di tempat seperti ini membuat kenikmatannya naik jadi berlipat-lipat boy, meski yang kami minum cuma kopi sachet murahan, hehe. Pokoknya Tegal Alun juara! Suatu hari saya pasti bakal balik ke sini.


Pamer batu akik

Mejeng di hutan mati

Puas menikmati Tegal Alun sampai ke akar-akarnya, kami putuskan untuk kembali pulang, karena hari mulai beranjak siang, dan sedikit khawatir juga sama si tenda yang kami tinggalkan di Pondok Seladah, hehe. Tak banyak yang terjadi selama turun gunung, selain sedikit cedera lutut saat menuruni jalur terjal menuju pondok seladah. Mampir sebentar berucap selamat tinggal sama si hutan mati, kami pun beres-beres packing peralatan dan langsung cuss ngeng meluncur pulang.

Stop Vandalisme!
Langkah kaki mulai gontai bos, hihi
Ada banyak keindahan yang bisa kamu nikmati di Gunung Papandayan, namun ada juga sedikit kesedihan saat melihat banyak coretan nakal di bebatuan sekitar kawah. Ya, vandalisme merajalela di kawasan ini, banyak coretan dari mulai pesan-pesan cinta hingga tulisan teu pararuguh yang merusak keindahan. Tolonglah bagi siapa saja yang gemar melukis, stop melukis bebatuan atau memahat pepohonan di pegunungan, seni yang dikerjakan bukan pada tempatnya tak bisa dianggap sebagai sebuah karya, namun lebih pantas disebut kejahatan. Salam Lestari!

Chapter 1 baca di sini..

Punya cerita pendakian seru dan ingin kamu share di bluetripper.com, silahkan kirim cerita pendakianmu via e-mail ke alamat bluetripper18@gmail.com. Mari bercerita tentang mendaki!

0 komentar:

Posting Komentar