Senin, 10 Agustus 2015

00.00.00

Pendakian Gunung Semeru - Mobil bakterbuka itu puntelah penuh oleh sekitar 20 manusia, disertai barang bawaan masing-masing yang tak mau kalah ikut berebut tempat dalam mobil kecil itu, terutama carrier kami yang sebesar bocah kelas 1 SD. Dalam sempit berbagi sesak, kami berangkat dari Pasar Tumpang menuju Ranupani. Sisa gerah dari perjalanan Surabaya-Malang membuat kami tenang saja mengenakan kaos dan membiarkan udara perjalanan langsung menghantam tubuh kami.

Kamis, 23 Juli 2015

Hari telah mulaisore saat kami mulai memasuki kawasan Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS). Di perjalanan Pasar Tumpang menuju Ranupani yang kurang lebih makan waktu selama2 jam perjalanan itu, kami langsung disuguhi pemandangan indah hutan belantara dan lautan pasir Gunung Bromo yang terlihat mempesona jauh di kiri jalan.

Di satu titik, terlihat kawanan monyet yang riang bergelantungan di atas pohon, seperti menertawakan kondisi kami yang tengah berdempetan berebut tempat dalam mobil, beberapa diantaranya bahkan ada yang beraniturun ke jalan, sambil menjulurkan lidahnya kearah kami, monyet kurang ajar!. Beberapa kali, kendaraan yang kami tumpangi,berpapasan dengan kendaraan lain yang tengah mengangkut pendaki yang turun menuju Pasar Tumpang. Saat itu, meski tak saling kenal, kami tak ragu untuk saling bertegur sapa,hingga menimbulkan riuh yang hangat dan menyenangkan. Para pendaki memang terkenal akan sifat ramahnya.

Jalan menujuRanupani sangat berkelok dan cukup curam. Pada beberapa bagian yang rusak, kami terpaksa mengorbankan pantat atau punggung yang harus beradu langsung dengan bodi mobil bak yang keras. Namun, hal itu segera terbayarkan tatkalapemandangan sunset yang luar biasa hadir menghiasi langit senja. Jauh di cakrawala sebelah barat, gundukan awan terlihat lembut disiram cahaya senja yang anggun kemerah-merahan.

Di sinisaja kami sudah bisa melihat gundukan awan dari atas, apalagi nanti di puncak Mahameru, uuh, seperti mimpi yang akan segera jadi nyata. Ini pertama kalinya aku melihat pemandangan awan dari atas saat sunset datang. Rasanya ingin berhenti sejenak untuk sekedar menikmati dan mensyukuri keindahan yang Tuhan berikan ini. Namun hari akan semakin gelap. Perjalananpun harus tetap berlanjut. Lagian kami kan cuma numpang, mana boleh seenaknya minta berhenti, hehe.

Gerah yang tadi sempat mengganggu, kiniberangsur hilang dan dengan cepat berganti menjadi dingin yang menusuk tulang. Aku berusaha mengenakan jaket, sambil terus menjaga telur yang tadi kubeli dari Pasar Tumpang agar jangan sampai pecah. Di sepanjang perjalanan, kami ngobrol banyak dengan warga Ranupani yang bareng satu mobil dengan kami. Sekali-kali kami berkelakar layaknya kerabat yang telah lama tak jumpa.

Sesungguhnya untuk menempuh perjalanan dari Pasar Tumpang (yang sebelumnya dari Terminal Arjosari, Stasiun Malang, atau Bandara Abdul Rachman Saleh) menujuke Ranupani, biasanya para pendaki menggunakan modal transportasi Mobil Jeep yang gagah perkasa. Menurut info, Tarif Jeep PP (Pulang-Pergi)Tumpang-Ranupani adalahRp 1,2 juta, yang dibagi rata kepada 12 penumpang, atau 100rebu/orang. Harga yang cukup sepadan, mengingat jarak tempuh yang cukup panjang dan medan yang sangat menantang.

Jika ingin lebih hemat, kamu bisa mengikuti cara kami dengan menumpang truk atau mobil pickup yang menjadi moda transportasi warga Ranupani untuk keperluan belanja. Tarifnya bisa di bawah Jeep, tentu dengan negosiasi pendekatan persahabatan ala-ala orang Indonesia yang katanya baik hati.

Di perjalanan tadi, kami semobildengan warga yang juga berprofesi sebagai porter (jasa pengangkut barang saat mendaki) Gunung Semeru, Pak Sukar namanya. Kami pun akhirnya menginap semalam di rumah Pak Sukar. Aku dan teman-teman yang terdiri dari Alfian (Sidoarjo/ Surabaya), Rouf (Mojokerto), Muhammad (Lamongan/ Surabaya) sampai di Ranupani sekitar maghrib. Setelah meletakkan carrier di rumah Pak Sukar, kami pun bergegas untuk shalat di mushala yang punya air wudlu sedingin es. Bbbbrrr... Welcome to TNBTS, guys!

***
Jumat, 24 Juli 2015

Setelah berjuang menahan dingin di setengah malam terakhir, pagi yang dinanti akhirnya datang. Dan setelah mengerjakan hal-hal kecil di pagi hari, pups salah satunya (ini penting dilakukan sebelum mendaki, gunanya biar bisa mengurangi sedikit beban yang kami bawa, hehe), kami langsungmelakukan packingperlengkapan untuk kemudian berjalan menuju Resort Pengelola Taman Nasional. Disini kami melakukan sedikitbriefing dan melengkapi kebutuhan registrasi. Sebelumnya, pendaki diwajibkan untuk mengurus surat kesehatan dokter dan melampirkan foto copy KTP.

Mendaki gunung bukan perkara main-main, kamu pasti tahu kalau sudah banyak sekalipendaki yang gugur, celaka, tersesat, gagal move on, galau, diputusin pacar (eh), cuma gara-gara mengabaikan dan menganggap remeh aturan safety atau keselamatan. “Kita harus memposisikan diri sebagai tamu, sebagaimana layaknya prilakusopan santun seorang tamu kepada sang tuan rumah,” Begitu kata para petugas yang memberikanbriefing. Ia juga kemudian menjelaskan tentang track yang akan kami lalui,sampai pada titik terakhir di Mahameru, puncak legendaries yang terkenal itu guys.

Pukul 09.00. Tiket Semeru sudah ada di tangan, sudah tak sabar kaki ini ingin segera melangkah memulai perjalanan panjang pendakian gunung tertinggi di Jawa ini. “Selamat Datang Para Pendaki Gunung Semeru”, sambut tulisan di gapura yang membuat aku tersenyum sembari membatin, “Akhirnya, setelah sempat tertunda berkali-kali, aku berangkat ke Semeru juga! Bismillah!”

Welcome!
Di awal perjalanan menuju pos 1, kita akan bertemu dengan jalan bercabang. Ambillahjalur kiri, karena jalur kanan mengarah ke perkebunan warga. Di track awal inilah,semua bayangan pendakian Semeru yang ada di kepalaku mulai tumbuh menjadi nyata. Untuk sampai di Ranukumbolo atau bahkan puncak Mahameru, tentu bukan perkara mudah, perlu kerja ekstra keras, dengan tekad yang membara, dan mental sekeras baja.

Kembali ke perjalanan, untuk sampai di Ranukumbolo, kami harus melewati 4 pos dan sedikitnya dua titik penting, yakni Landengan Dowo dan Watu Rejeng. Total jarak yang harus ditempuh pendaki dalam perjalanan Ranupani-Ranukumbolo adalah 10,5 km atau dengan konversi waktu 5-6 jam jika kamu berjalan sedang. Jika kamu berjalan sangat lambat, dengan banyak istirahat dan sesekali tidur pulas, lama waktu perjalanan bisa membengkak jadi 2 hari 3 malam, hehe, becanda guys.

Di sepanjang perjalanan kami juga sering berpapasan dengan pendaki lain, baik mereka yang sedang turun maupun sama-sama naik, dan seperti biasa kami saling tegur sapa dengan ucapan, “Monggo”, atau “Mari, Mas”, atau sekadar “Yook”. Tak jarang pendaki sedang turun memberikan motivasi pembangkit semangat pada kami, “Semangat, Mas. Puncak udah deket!, (padahal kami tau masih jauh, huh).

Medan pendakian dari pos pemberangkatan menuju pos 1, lanjut pos 2, dan kemudian pos 3 masih relatif landai, namun lumayanpanjangjuga. Karena tenaga masih fresh dan barangyang kami bawa tak terlalu banyak, aku bisa berjalan dengan speed yang cukup cepat. Namun, jangan bandingkan dengan Muhammad, dia adalah andalan kami, membawa beban dua kali lipat dari yang sanggup ku bawa, yang di dalam carrier-nya ada tenda dan alat masak (aku sempat mencoba membawa carriernya, kemudian berjalan beberapa meter dan langsung “melambaikan tangan” sesampainya di pos 3, gile bener beratnya guys! Thanks Muhammad).

Di antara kami berempat, Muhammad memang yang paling kami andalkan, untuk urusan naik gunung, ia sudah punya jam terbang lebih banyak dari kami. Muhammadsudah pernah naik ke Gunung Arjuno, Penanggungan, Welirang, Lawu, Merbabu, dan Raung. Sedangkan kami? Hanyalah-kumpulan-anak-muda-yang-sok-memikirkan-nasib-bangsa-di samping-tetap-gemar-mendatangi-majelis-shalawat. 

Bagi pendaki yang belum pernah ke Semeru, tak perlu khawatir. Kondisi jalur pendakianSemeru relatif jelas dan aman, bahkan sampai daerah antara pos 2 dan pos3 telah dibangun track paving block meski sebagian besar tinggal tersisa separuh,lantaran terkena longsoran kecil dari atas. Di perjalanan ini, kami juga menemukan sedikitnya dua titik longsor yang mengharuskan para pendaki yang naik dan turun untuk mengantri bergantian jalan.

Track dengan medan cukup berat baru kami rasakan mulai dari pos 3. Tanjakan dengan kemiringan sekitar 60 derajat membuat kami cukup ngos-ngosan. Namun jarak antara pos 3 dan pos 4 tidak terlalu jauh. Rasio tanjakan dan turunannya pun, katakanlah, 50:50. Sesampainya di pertengahan pos 3 menuju pos 4, kamu mungkin akan mulai tersenyum dan mempercepat langkah kakimu - atau justru malah melambat,karena sibuk selfie?!

Paradise
Ya, mendekati pos 4 kami sudah bisa melihat kecantikan Ranukumbolo, tempat yang dijuluki sebagai surganya Gunung Semeru. Ranukumbolo memang sungguh amazing. Keindahan yang ditawarkannya merupakan sebuah kemewahan yang tak sembarang orang bisa meraihnya. Dan jika ingin menjadi saksi keerotisan keeksotisan danau seluas 15 hektare di ketinggian 2400 Mdpl ini, kamu harus bersiap melawan capek dan dingin yang super gila.

Di tempat yang kitari bukit-bukit cantik dengan pepohonan dan rumput gunung yang membentang sepanjang mata memandang, dipadu dengan jernihnya air yang tenang dari kejauhan, kami putuskan berhenti sejenak untuk istirahat dan mengisi perut. Menu makan siang kali ini adalah mie instan dan sebungkus nasiyang kami bagi jadi empat.

Pukul 14.00. Kami memutuskan melanjutkan perjalanan menuju Kalimati. Sejatinya jika ingin sampai ke Mahameru sedang fisikmu tidak mendukung, ada baiknya kamu campdi Ranukumbolo saja. Baru esok harinya dilanjut ke Kalimati. Sebab, setelah berjalan seharian, kemudian tengah malam melakoni summit attack, selain mental kuat, kamu juga butuhfisik yang sangat prima.

***

Berikutnya, kami lanjutkan perjalananmenuju Tanjakan Cinta. Waktu itu aku berada di urutan ketiga dan di belakangku ada Rouf. Akusering melihat ke belakang jika ada kawan tertinggal dan waktu itu berulang kali aku menengok Rouf dan baru sadar kalau ternyata sedang berjalan di Tanjakan Cinta, dan hilang sudah kesempatan untukku menjajal challenge Tanjakan Cinta yang sangat terkenal itu. Menurut mitos, ketika naik Tanjakan Cinta, bayangkanlah seseorang dengan tanpa menoleh ke belakang, maka ia akan menjadi jodohmu.

Bukan hanya berulang kali menoleh ke belakang, memikirkan seseorang pun tidak. Yang ada di pikiran hanya Mahameru. Turun lagi dan memulai naik dengan memikirkan seseorang tanpa menoleh ke belakang, menurutku, adalah hal mubazir, buang-buang tenaga. Maka akupun akhirnyamelanjutkan perjalanan dengan keyakinan penuh bahwa akan tetap mendapat jodoh terbaik dari Tuhan tanpa perlu naik turun di Tanjakan Cinta.

Dari bukit Tanjakan Cinta terhampar Oro-Oro Ombo dengan tumbuhan yang sudah mengering. Kabarnya jika habis musim hujan, Oro-Oro Ombo adalah tempat yang sangat indah dengan hamparan bunga yang menyerupai lavender berwarna ungu. Kami pun berjalan di tengah savana yang tetap memukau meski sudah mengering itu.

Padang rumput tandus
Selepas ashar kami sampai di Cemoro Kandang yang masih berjarak 5 km dari Kalimati. Karena sudah sore, kami hanya istirahat sejenak untuk kemudian melanjutkan perjalanan. Track ke Jambangan (titik sebelum Kalimati) didominasi tanjakan. Ada kurang lebih tiga bukit yang harus kami lewati untuk sampai di Jambangan sebelum akhirnya track kembali menurun sampai menuju Kalimati.

Namun, hari sudah mulai gelap sesaat sebelum kami tiba di Jambangan. Tampaknya waktu itu kami adalah tim terakhir yang berjalan ke Kalimati, meski beberapa kali kami berpapasandengan pendaki yang turun ke Cemoro Kandang. Tanjakan demi tanjakan terasa semakin berat saat tenaga mulai hilang. Beberapa kali kami istirahat sembari mencoba mengatur napas yang mulai semakin berantakan.

Sesampainya di Jambangan, track mulai bersahabat. Kami melewati rimbun hutan kecil di malam yang gelap dengan pencahayaan dari headlamp yang kami pakai. Tak butuh waktu lama untuk tiba di Kalimati (2700 Mdpl). Kami pun bergegas mendirikan tenda dan menyiapkan makanan ala kadarnya. Selesai makan kami tidur untuk memulihkan tenaga agar siap untuk melakukan summit attack pada pukul 01.00 dini hari nanti.

Kalimati
Sabtu, 25 Juli 2015

Pukul 12.30 aku terbangun. Di luar sudah ada puluhan pendaki yang telah memulai pendakian menuju Mahameru. Saking ramainya, dari tenda aku melihat rentetan lampu headlamp yang membentuk jalur pendakian di ¾ jalur menuju puncak. Setelah sempat membuat makanan pengganjal dan menyiapkan bekal untuk di puncak, saya, Muhammad, dan Rouf berangkat. Alfian memutuskan tinggal di tenda.

Sepanjang perjalanan kami berpapasan dengan pendaki lain yang telah kembali turun. Jumlahnya belasan. Alasannya beragam, mulai darisakit, kecapekan, hingga tak tahan dengan banyaknya debu-debu yang beterbangan. Untuk sampai di Mahameru, kita harus melewati Arcopodo dan Kelik (batas vegetasi Semeru sebelum sampai di track pasir dan kerikil).

Sebelum masuk ke Arcopodo, Rouf menyerah. Ia bermasalah dengan angkle kakinya. “Sepertinya udah nggak bisa, daripada entar ngerepotin,” katanya. Akhirnya, tinggal tersisaaku dan Muhammad yang masih maju untuk melanjutkan perjalanan. Track terus naik dengan kontur pijakan yang cukup gembur, membuat langkah menjadisemakin berat.

Di Arcopodo, beberapa kali aku harus berhenti untuk mengatur napas. Aku yakin kakiku masih kuat untuk terus melangkah, tetapi napas sudah tersengal-sengal dan detak jantung berdetak semakincepat. Berjalan sekitar 20 menit, aku akhirnya menyerah dan memutuskan untuk kembali ke tenda. Duduk manis di samping tenda di tengah dingin udara malam, aku cumabisa menyaksikan para pendaki yang sedang berjuang keras mencapai puncak Mahameru.

Ada perasaan sedih yang hinggap sebab perjalanan yang sudah aku lakukan sejauh ini harus kandas di Kalimati. Meski muncul pula pikiran bahwa puncak bukanlah tujuan utama. Tujuan utama adalah pulang dengan selamat dan bertemu kembali dengan keluarga dalam keadaan sehat. Pikiran itu cukup menghibur jika direnungkan-renungkan. Ini yang perlu kita pelajari bersama, jangan biarkan ambisi menggapai puncak menguasai dirimu, keselamatan adalah hal paling utama, puncak tak lebih berharga daripada nyawa yang kita miliki. Jika selamat sampai rumah, di lain waktu kita bisa coba kembali kesini, namun jika kita pulang tinggal nama, tamatlah sudah.

***

Full Team
Sembari menunggu Muhammad yang kami titipi mimpi untuk bisa menapaki puncak tertinggi pulau Jawa (meski mimpi tak pernah bisa dititipkan), pagi harinya kami berjalan ke Sumber Mani untuk mengambil air. Jaraknya sekitar 30 menit perjalanan, dengan track menurun menyusuri celah tebing di sebelah kanan Kalimati.

Muhammad sudah berada di tenda waktu kami kembali. Ia sampai di puncak Mahameru, meski tak sempat mengejar sunrise. Ia bercerita banyak tentang perbekalannya yang hilang/ jatuh dan ceritanya yang kesulitan mengambil foto lantaran naik sendirian tak bersama tim. Akulalu meninggalkannya untuk berjemur menikmati sinar mentari. Hati kecil pun berkata, “Suatu saat aku akan kembali lagi dan akan sampai di puncak itu.”

Sunrise
Lone Ranger
Mahameru
Kami memang terburu waktu untuk harus sampai diSurabayalagi pada hari Minggu. Sebab, Senin Alfian sudah harus kembali mengajar. Maka segala urusan di Kalimati-Mahameru sudah harus rampung pada Sabtu. Malamnya kami berencana untuk nge-camp di Ranukumbolo.

Minggu, 26 Juli 2015

Sunrise di Ranukumbolo memang sadis. Dimulai dengan kabut yang menyelimuti Ranukumbolo dan permukaan air yang mengeluarkan asap dingin yang luar biasa indah. Daun-daun di sepanjang bibir danau juga diselimuti bunga-bunga es. Para pendaki tentu tak akan rela melewatkan momen selangka itu.

Kami pun berburu foto berlatar sunrise untuk keperluan foto profil social media, biar eksis, hehe. Bekas pohon tumbangyang ada di sebelah kanan tempat campingkami menjadi pilihan yang tepat. Belasan pose dengan berbagai gaya berhasil direkam kamera handphone. Beberapa yang tak memenuhi standar langsung kami delete. Saking betahnya, kami pun lupa waktu, jadwal cek-outdari Rakum pukul 08.00 pun molor sejam.

Sunrise Ranukumbolo
Meski tak seberat saat perjalanan naik, namun ternyataperjalanan turun pun cukup menguras tenaga. Kami berangkat pukul 09.00 dan sampai di Ranupani pukul 12.00 (Muhammad), 13.00 (saya), 14.00 (Alfian yang ditemani Rouf). Alfian terlambat dikarenakan kondisi kakinya yang mengalami sedikit cedera. Ia salah memilih ukuran sepatu. Untuk tips memilih sepatu,bisa baca disini.

Kami langsung menuju rumah Pak Sukar dan langsung menyantap rawon buatan Bu Sukar yang lezatnya tak kalah sadis. Usai makan, kami sedikit dikejutkan dengan gempa bumi yang cukup keras. Rumah dan seisinya berguncang. Kami pun berhamburan keluar dan menyaksikan jeep yang diparkir di depan warung juga ikut berguncang. Abu Semeru beterbangan. Untung kejadiantersebut berlangsung padasiang hari dimana tidak ada pendaki naik ke Mahameru.

Ternyata, gempa berkekuatan 6,3 Skala Richter (SR) tersebut berpusat di 150 km barat daya Kabupaten Malang, tepatnya di Samudra Hindia pada kedalaman 10 km yang juga sempat dirasakan warga Bali hingga Magetan. Untung, gempa tersebut tidak berpotensi tsunami.

Kami kembali ke Pasar Tumpang sekita pukul 16.00 denganmenaiki truk bersama dengan rombongan pendaki dari Surabaya dan seorang pendaki dari Jakarta yang sudah di Semeru selama seminggu. Sesama arek Suroboyo kami mudah saja nyambung ngobrol ngalor-ngiduldengan sesekali terlontar kata-kata-kota-kita seperti “cuk” atau “gateli”—kata-kata yang sudah lama tak terdengar sejak setahun saya tinggal di Bekasi.
Usai sudah perjalananku mengakrabi keperkasaan Gunung Semeru, dan mencumbui keerotisan keeksotisan Ranukumbolo yang cantik jelita. Meski tak menggapai puncaknya, aku bersyukur telah dapat menikmati pendakian di gunung tertinggi pulau Jawa ini dengan aman dan selamat hingga kembali kepada keluarga di rumah. Tunggu saja Mahameru, next time, I’ll be back!

Ada quotemenarik sebagai penutup catatan perjalanan ini: “Sakit dalam perjuangan itu sementara, namun jika menyerah, rasa sakit itu bertahan akan selamanya.”Sekian cerita perjalanan yang bisa aku bagikan, terima kasih telah bersedia membaca tulisan panjang ini, salam lestari!

Editor   : The Bluetripper

Penulis adalah seorang Traveller yang juga bekerja sebagai Freelance Writer di sebuah koran lokal di Kota Bekasi, bisa ditemukan di Facebook dengan akun Syamsul BI. Semua foto dalam tulisan ini merupakan dokumentasi pribadi milik penulis.

Punya cerita pendakian seru dan ingin kamu share di bluetripper.com, silahkan kirim cerita pendakianmu via e-mail ke alamat bluetripper18@gmail.com. Mari bercerita tentang mendaki!

0 komentar:

Posting Komentar