Sabtu, 26 September 2015

Buang Ekspektasi Tinggimu Saat Mendaki Gunung!

photo by domy kamsyah

Belakangan, mendaki gunung sedang menjadi trend yang sangat populer di kalangan kaum muda Indonesia. Semakin berkembangnya teknologi  yang memudahkan penyebaran informasi menjadi salah satu penyebab populernya kegiatan mendaki ini. Gambar-gambar cantik disertai cerita perjalanan menarik yang banyak diunggah para pendaki, telah berhasil meningkatkan minat masyarakat (khususnya para remaja) untuk turut serta mencoba mencicipi rasanya mendaki gunung yang terkenal sebagai salah satu olahraga yang cukup ekstrim. Siapa yang tak kesengsem jika disuguhi foto-foto pemandangan bentang alam nan indah, momen sunrise yang sangat mempesona, atau lautan awan yang begitu menggoda.

Alam tak akan pernah bisa diterka..

Tujuan setiap orang saat melakukan pendakian gunung tentunya berbeda-beda, namun bisa diperkirakan jika mayoritas tujuan para pendaki khususnya para pemula pastinya tak jauh dari menikmati pemandangan bentang alam, menikmati sunrise, atau mengagumi keindahan lautan awan yang hanya bisa dinikmati dari atas gunung tinggi. Menetapkan tujuan seperti itu sebetulnya sah-sah saja, namun perlu untuk diingat, jika gunung bukanlah sebuah lukisan pemandangan yang tak akan pernah berubah, tak ada kepastian jika sunrise di sebuah gunung akan selalu seindah dalam foto yang kamu kagumi, lautan awan pun tak setiap waktu akan terjadi dan bisa selalu kamu nikmati.

Dari pengalaman saya saat beberapa kali melakukan pendakian gunung, momen-momen indah tersebut tak selalu bisa kita nikmati di setiap kesempatan, jadi alangkah baiknya untuk mengesampingkan tujuan tersebut sebagai bonus tambahan yang bisa didapat dari pendakian yang kita lakukan.

Ditengah kepungan kabut dan gerombolan pendaki
Pernah suatu ketika, saya tiba-tiba tertarik untuk mendaki Gunung Prau yang ada di Dataran Tinggi Dieng karena melihat foto-foto keren yang diunggah pendaki lain di sosial media. Setelah terbuai dengan foto-foto indah itu, saya begitu berambisi mendapatkan foto yang serupa dengan apa yang telah saya lihat, hingga tak lama berselang, saya langsung membuat rencana pendakian ke Prau bersama kedua teman hingga esoknya berangkat menuju dataran tinggi Dieng. Sejak memulai pendakian, pikiran saya terfokus dengan ekspektasi tinggi untuk dapat menikmati pemandangan bentang alam indah yang ada di atas gunung tersebut. Setelah jauh-jauh datang kesana, dan kemudian berlelah-lelah menapaki tanjakan demi tanjakan sambil diguyur hujan sepanjang malam (kala itu saya mendaki malam via patak banteng, yang sudah pernah mendaki kesana pasti kenal dengan jalur menanjak di patak banteng ini), hingga akhirnya kami sampai juga di puncak yang penuh sesak dengan tenda para pendaki. Kala itu kami sampai di puncak diakhir malam, dan langsung mendirikan tenda untuk segera beristirahat. Bayangan keindahan pemandangan sunrise disertai lautan awan yang menghampar di bawah menyertai tidur saya kala itu. Esoknya, riuh teriakan para pendaki membangunkan saya beserta kedua rekan, “wah sunrise indah akhirnya datang!” pikir saya, yang dengan cepat bergegas bangun untuk keluar dari tenda. Dan saat membuka tenda, angin pagi yang super dingin menerpa wajah, pucuk Gunung Sindoro sedikit mengintip diantara kabut tebal, matahari tak kelihatan rimbanya, pemandangan indah tertutup kabut tebal yang tak kunjung pergi hingga siang menjelang. Bahkan hingga menjelang sore, tak ada perubahan berarti yang terjadi, mentari memang sesekali muncul, namun kabut pekat yang menghalangi pemandangan Gunung Sindoro Sumbing yang indah tetap keukeuh tak mau hilang. Saya tercenung, kecewa setengah mati dengan kondisi ini. Ekspektasi tinggi yang sudah terlanjur tertanam di benak saya balik menyerang dengan segudang kekecewaan.

***

Ada lagi cerita lain saat mendaki Gunung Guntur di Kota Garut. Kala itu saya bersama 3 orang teman mendaki bersama untuk menjajal medan gunung Guntur yang terkenal tandus, dan sedikit berharap akan dapat menikmati pemandangan bagus yang banyak diceritakan kawan pendaki lain yang pernah menyambangi gunung ini. Kali ini yang menjadi korban adalah salah seorang teman saya, sejak awal berencana, hingga sepanjang perjalanan pendakian, ia terlihat sangat bersemangat, dan berkali-kali bercerita tentang tujuannya untuk menikmati panorama indah dari puncak Gunung Guntur yang telah banyak ia lihat di Instagram.

Gunung Guntur yang berkabut
Saya hanya senyum-senyum saja melihat ekspektasi tinggi yang ia tunjukkan, dan beruntung saya tidak ketularan berharap banyak soal pemandangan indah dari pendakian ini, karena pada akhirnya kabut tebal lagi-lagi menghancurkan harapan-harapan indah dalam benak teman saya tersebut. Dari sejak sampai di puncak pada sore hari, hingga pagi esok harinya, kabut tebal terus menyelimuti puncak Gunung Guntur yang katanya indah itu. Tak ada pemandangan terang benderang lampu kota di malam hari, tak ada golden sunrise saat pagi menjelang, apalagi lautan awan yang menghampar menutupi kota, kami pun harus puas dengan pemandangan kabut tebal yang setia menyelimuti seluruh ruang di puncak Guntur. Alhasil teman saya pun kecewa berat, tak ada lagi semangat membara seperti yang ia tunjukkan di hari sebelumnya, hanya ungkapan-ungkapan penyesalan dan kekecewaan yang sesekali terlontar dari mulutnya.

Tinggalkan ekspektasimu saat mendaki!

Dari kedua pendakian itu, saya akhirnya mengambil pelajaran berharga, bahwa ambisi dan ekspektasi tinggi bukanlah hal yang bagus untuk dibawa mendaki. Yang namanya gunung itu pasti merupakan bentang alam dengan posisi ketinggian yang cukup menonjol dibanding dataran rendah yang banyak dihuni manusia, jadi wajar saja jika cuaca di gunung sangat mudah sekali berubah-ubah, kadang berkabut, kadang cerah ceria, atau malah tak jarang badai menerjang. Perlu sedikit keberuntungan untuk dapat memperoleh pemandangan indah yang kita idam-idamkan. Dengan fakta tersebut, alangkah baiknya jika kita bisa meredam ekspektasi tinggi saat hendak mendaki, agar di akhir perjalanan tak ada penyesalan dan kekecewaan yang terpendam dalam hati.
Cobalah untuk menikmati perjalanan panjang yang kita lakukan, cobalah untuk mengambil pelajaran berharga dari pendakian yang sangat melelahkan, dan cobalah untuk menikmati alam tanpa mengharapkan kondisi ideal tertentu yang ada dalam pikiran.
Jika dinikmati dengan ikhlas, seburuk apapun cuacanya dan sejelek apapun pemandangannya, alam pegunungan tetap merupakan satu hal yang sangat berharga untuk dinikmati, karena tak setiap hari kita bisa datang ke sana, dan tak setiap orang bisa menginjakkan kaki serta menghirup udara segar di atas sana. Biarlah keindahan-keindahan semacam golden sunrise atau pemandangan lautan awan yang megah menjadi bonus tersendiri atas pendakian penuh pengorbanan yang telah kita lakukan. Perjalanan pendakian yang kita lakukan dengan penuh pengorbanan terlalu berharga untuk diisi dengan kekecewaan dan penyesalan. Salam lestari!

Minggu, 20 September 2015

Peralatan dan Perlengkapan Mendaki Gunung (Lengkap)

photo from filckr.com
Peralatan dan Perlengkapan Mendaki Gunung - Mendaki gunung merupakan kegiatan di alam bebas yang sangat menyenangkan untuk dilakukan. Alasan orang mencoba kegiatan hiking atau mendaki gunung sangat bervariasi, mulai dari mencari petualangan, refreshing dari rutinitas sehari-hari, menikmati pemandangan alam yang indah, dan masih banyak lagi alasan lainnya. Untuk melakukan kegiatan ini, anda memerlukan berbagai persiapan perjalanan, diantaranya menyiapkan peralatan dan perlengkapan mendaki gunung yang baik dan komplet. Untuk membantu anda menentukan perlengkapan apa saja yang harus dibawa saat akan melakukan pendakian, kali ini kami akan memberikan daftar lengkapnya.

  • Peralatan Camping atau Shelter

  1. Tenda
  2. Flysheet/terpal
  3. Matras
  4. Tali
  5. Patok Cadangan

  • Peralatan Tidur

  1. Sleeping Bag
  2. Matras
  3. Bantal dan Kasur Angin (bila perlu)
  4. Alat Pompa Udara (jika membawa kasur angin)

  1. Kompor Lapangan (dengan bahan gas, parafin, atau alkohol)
  2. Bahan Bakar (sesuai dengan jenis kompor yang dibawa)
  3. Peralatan Memasak (panci, katel, nesting, dll)
  4. Peralatan Makan (piring, gelas, sendok, dll)
  5. Kompan Air
  6. Plastik Sampah
  7. Tissue

  • Pakaian

  • Peralatan Pribadi

  1. Ransel/Carrier/Tas Gunung
  2. Handuk
  3. Tissue Toilet
  4. Botol Minum
  5. Peralatan Mandi (usahakan menggunakan sabun, sampo dan pasta gigi yang ramah lingkungan)
  6. Obat-obatan Pribadi
  7. Alat Penerangan (headlamp atau senter tangan)
  8. Peralatan Pribadi lainnya (sesuai kebutuhan anda)
  1. Peralatan P3K
  2. Survival Kit

  • Peralatan Tambahan (bila perlu)

  1. Lentera/Lilin/Alat Penerangan lainnya
  2. Kompas/GPS
  3. Pisau Saku
  4. Golok
  5. Baterai Cadangan
  6. Kamera, Handycam, atau Peralatan Dokumentasi lainnya
  7. Peta Topografi Wilayah
  8. Kacamata
  9. Radio
  10. Hammock
  11. Teropong
  12. Tali
  13. Alat Musik
  14. Buku/Majalah
  15. Peralatan Tambahan Lainnya sesuai selera dan kebutuhan anda

Perlu diperhatikan untuk peralatan kesehatan dan keselamatan anda, simpanlah di tempat yang aman, anti air, dan mudah dijangkau. Pastikan peralatan P3K dan survival kit anda dalam keadaan yang baik dan dapat diandalkan. Karena kondisi buruk atau kecelakaan dapat terjadi kapan saja saat anda sedang mendaki gunung, penting untuk memastikan anda telah siap dengan dua peralatan keselamatan tersebut agar saat kejadian buruk menimpa, anda akan terbantu dengan adanya kedua peralatan tersebut. Itulah daftar peralatan dan perlengkapan mendaki gunung yang dapat kami bagikan, jika masih ada peralatan lainnya yang dibutuhkan, silahkan anda tambahkan sendiri, semoga bermanfaat.

Stop Dalam Keadaan Darurat

photo from pixabay
Kondisi darurat dalam suatu perjalanan sangat lumrah. Keadaan itu sangat dipengaruhi oleh cuaca yang labil di pegunungan dan sangat tidak dianjurkan untuk melawannya. Tetapi bukan berarti kita diam saja, untuk mengatasi situasi buruk tersebut ada berbagai cara, untuk memudahkan kita untuk mengingatnya dipakailah istilah STOP.

Jika kita artikan langsung dalam Bahasa Indonesia berarti menghentikan segala aktivitas. Dalam keadaan darurat kata ini dapat memiliki arti yang lebih luas, dan dapat menyelamatkan kita dari mimpi buruk yang tidak ingin kita alami. STOP jika kita urai kata tersebut merupakan kependekan dari Stop - Thinking - Observe - Planning. Masing-masing dari kata tersebut memiliki arti dan makna sendiri-sendiri.

Stop berarti berhenti. Hentikan perjalanan anda jika cuaca buruk datang dengan tiba-tiba, atau hentikan kegiatan anda jika situasi tiba-tiba memburuk dan dapat membahayakan peserta. Memaksakan diri atau team untuk melanjutkan perjalanan dalam keadaan kabut tebal dan hujan deras atau tiupan angin kencang sangat beresiko. Pada keadan tersebut jarak pandang kita berkurang terhalang pekatnya kabut, tenaga kita juga terkuras banyak untuk menahan dingin belum lagi beban bertambah berat akibat pakaian basah. Kemungkinan yang dapat terjadi adalah nyasar atau terjatuh ke jurang. Berhenti adalah suatu pilihan yang tepat. Carilah tempat berlindung, istirahatkan semua peserta simpan tenaga hingga cuaca normal kembali.

Thinking berarti berpikir. Tanpa disadari kondisi darurat menyebabkan kita panik dan sembrono, mengambil keputusan tanpa pemikiran matang dapat beresiko melakukan kesalahan. Dalam keadaan STOP kita harus dapat menjaga konsentrasi dan ketenangan pikiran, tenangkan teman-teman dalam kelompok dan ajak mereka untuk berdiskusi. Ketenangan dalam berpikir akan menghasilkan banyak alternatif pemecahan masalah yang sedang dihadapi, dan langkah-langkah yang diambil dari berdiskusi dengan tenang akan lebih matang dan tepat.
Berpikir sangat penting, namun keadaan tenang dalam berpikir akan menghasilkan keputusan yang lebih baik. Berdiskusi dengan tenang akan menghasilkan keputusan dengan lebih tepat.

Observe berarti mengamati,. Yang harus diamati dapat bersifat internal maupun eksternal. Mengamati kondisi pendaki atau peserta merupakan bagian dari internal, kondisi fisik yang berbeda dari tiap peserta menuntut perlakuan yang berbeda pula. Kondisi yang sangat ekstrim seperti cuaca dingin dapat menurunkan stamina sangat cepat, terutama jika perut kosong. Berikan perhatian lebih pada peserta yang tidak memiliki daya tahan tubuh yang baik, dan ajaklah peserta yang lebih kuat untuk turut membantu temannya yang lebih membutuhkan. Hal itu akan menimbulkan semangat baru bagi team untuk tetap bertahan, dan jika ada peserta yang sakit dapat diketahui dengan cepat dan diambil tindakan dengan segera.

Pengamatan dalam aspek eksternal yaitu dengan memeriksa keadaan logistik yang tersedia dan perlengkapan penunjang lainnya. Hal lain yang wajib diamati adalah kondisi lingkungan. Pengetahuan tentang jenis-jenis tanaman yang dapat dikonsumsi sangat membantu dalam keadaan ini. Banyaknya korban tewas dalam keadaan tersasar adalah akibat kekurangan bahan makanan yang sebenarnya terdapat disekelilingnya. Patokan sederhana untuk menentukan tumbuhan yang dapat dikonsumsi adalah :
  • Permukaan Daun atau Batang yang tidak berbulu atau berduri. 
  • Tidak mengeluarkan getah yang sangat lekat. 
  • Tidak menimbulkan rasa gatal, hal ini dapat dicoba dengan mengoleskan daunnya pada kulit atau bibir. 
  • Tidak menimbulkan rasa pahit yang sangat. dapat dicoba di ujung lidah. 
Pengamatan eksternal berikutnya adalah sumber air. Hal utama yang dicari saat kita ingin mendirikan camp adalah sumber air, camp tidak harus berada didekat sumber air tetapi pengetahuan kita tentang letak sumber air itu lebih penting. Sumber air dapat berupa menampung air hujan, pada akar rotan yang menggantung, menggali dari dalam tanah, pada tumbuhan yang berongga pada embun di atas daun, atau dengan memaksa pengembunan dengan cara membungkus ujung daun atau bunga dengan plastik. Tentunya akan lebih baik jika sumber air itu berupa sungai yang bersih.
Dengan malakukan pengamatan yang seksama akan memudahkan kita untuk bertahan dan membantu dalam menentukan langkah berikutnya.

Planning berarti merencanakan. Mulailah merencanakan tindakan berikutnya, berdasarkan pengetahuan tentang kondisi peserta, lingkungan dan cadangan logistik. Rencanakan segala sesuatunya dengan ketenangan dan konsentrasi saat berpikir. Siapkan team dan peralatan, dan menggunakannya dengan efisien, terkoordinasi.

Jangan perlakukan kondisi cuaca dan alam yang buruk dengan cara yang buruk pula. Persiapkan segala sesuatunya, jangan meremehkan situasi. Gunakan alam dan sekitarnya sebagai partner bukan musuh.

Oleh : Badhi - PATAGA UNTAG

Rabu, 16 September 2015

Pengetahuan Dasar Pendaki Gunung

photo from pixabay
Para pendaki gunung, harus memiliki pengetahuan dasar, menyangkut navigasi darat dan peta-kompas. Ini semua digunakan selama perjalanan di alam bebas. Selain itu, pendaki juga harus membawa sejumlah peralatan standar. Apa saja itu?
Dalam olahraga naik gunung, ada pengetahuan dasar khususnya menyangkut navigasi darat atau peta-kompas yang harus dimiliki seorang pendaki.

Peralatan navigasi standar yang harus dibawa saat mendaki gunung adalah peta, kompas, dan altimeter. Dalam arti populer, peta adalah representasi bentuk bentang bumi yang dicetak di kertas. Peta sendiri ada banyak ragamnya, sesuai keperluan. Namun peta yang bermanfaat bagi pendaki gunung adalah topografi, peta yang menggambarkan bentuk-bentuk dan kondisi permukaan bumi.

Dalam melihat peta, perhatikan skala atau perbandingan jarak dengan jarak sebenarnya. Skala peta dapat ditunjukkan dalam angka (misalnya 1:250.000) atau dalam bentuk garis. Untuk itu, jangan menggunakan fotokopi peta yang diperbesar atau diperkecil ukurannya. Selain membingungkan penghitungan jarak, pembesaran peta tidak menunjukkan akurasi relief bumi.

Ada baiknya, pendaki lebih dahulu mempelajari makna le-genda (simbol konvensional) dan kontur-garis penunjuk relief bumi-yang ada di peta. Penjelasan legenda selalu ada di bagian bawah peta. Dengan membaca kontur, dapat dibayangkan kondisi medan sebenarnya. Garis-garis kontur bersisian rapat menunjukkan medan yang curam, bila jarang berarti medannya landai. Lengkungan kontur yang menonjol keluar dari sebuah titik, menggambarkan punggung bukit atau gunung (ridge), sebaliknya adalah lembah. Di lembah-lembah seperti itu biasanya ada aliran sungai.

Ditambah kompas, peta merupakan alat untuk dapat menentukan posisi pendaki di gunung atau menunjukkan arah jalan. Teknik menggunakan variasi kompas dan peta dikenal dengan cross bearing, terbagi dalam resection (menentukan posisi kita di dalam peta) dan intersection (menentukan posisi satu tempat di peta).

Resection dilakukan dengan mula-mula mencari dua titik di medan sebenarnya yang dapat diidentifikasi dalam peta seperti puncak-puncak gunung. Kedua, hitunglah sudut (azimuth) kedua obyek tadi terhadap arah utara dengan kompas. Ketiga, pindahlah ke peta. Dengan menggunakan busur derajat, letakkan titik pusat busur derajat menghimpit titik identifikasi obyek dalam peta. Bila sudut azimuth yang diperoleh kurang dari 180 derajat, tambahkan azimuth itu dengan angka 180 derajat. Bila azimuth yang didapat dari kompas lebih dari 180 derajat, tambahkan dengan angka 180 derajat. Keempat, gunakan angka hasil perhitungan itu (dinamakan teknik back azimuth) untuk membuat garis lurus dari titik identifikasi. Perpotongan dua garis dari dua titik identifikasi menunjukkan letak kita di dalam peta.

Menentukan titik awal perjalanan di peta merupakan hal yang penting. Di tengah perjalanan, seorang pendaki kerap tidak dapat memainkan teknik cross bearing karena faktor cuaca atau medanyang tidak memungkinkan melihat titik-titik orientasi. Bila demikian, membandingkan keadaan medansekitar dengan kontur peta dan merunutnya dari titik awal perjalanan, kadang menjadi satu-satunya cara menentukan posisi. Dalam keadaan seperti itu, altimeter atau piranti penunjuk ketinggian sangat dibutuhkan.

Saat ini fungsi kompas dan altimeter dapat diganti dengan GPS (Global Positioning System/piranti canggih menggunakan sinyal satelit). Dengan alat itu, pendaki dapat mengetahui kedudukannya dalam lintang dan bujur (koordinat) bumi. Pemakainya tinggal mencari besaran koordinat di peta. Bahkan GPS model mutakhir dapat menyimpan rekaman gambar peta melalui CD-Rom. Dengan begitu, pendaki bisa mengabaikan peta karena peta sekaligus tersaji di layar monitornya.

Dalam mendaki gunung atau menjelajah alam, pelaku juga harus memasak, makan, tidur, dan membersihkan diri. Semua dilakukan sendiri. Untuk itu, pendaki tidak dapat menghindari barang bawaan yang relatif banyak dan berat. Perlengkapan apa saja yang diperlukan untuk pendakian? Perlengkapan seorang pendaki berupa sepatu, baju dan celana, jaket, ponco atau rain coat, dan ransel. (Baca juga : Daftar Perlengkapan Mendaki Gunung)

1. Sepatu mendaki yang baik selain melindungi kaki dari luka, juga harus nyaman saat dipakai meski membawa beban berat di medanlicin, berbatu-batu, dan curam. Jenis sepatu boot paling cocok untuk kegiatan ini, karena melindungi pergelangan hingga mata kaki dari kemungkinan terkilir. Pilihlah sol sepatu dengan kembang besar, ceruk yang dalam dan memiliki tumit. Sol seperti ini memungkinkan pemakai dapat mencengkeram permukaan meski kondisinya ekstrim (curam, licin, atau berbatu-batu).

2. Pakaian ideal saat mendaki di gunung tropis adalah yang relatif tebal dan menyerap keringat, celana yang tidak kaku dan ringan guna melindungi kaki dari goresan duri. Baju dari katun atau wool cukup ideal. Sayang bila telah basah, katun tidak mampu menghangatkan badan. Baju dari bahan sintetis semisal polyesters dan acrylics sedikit menyerap keringat tetapi cepat kering. Sementara bahan nilon sebaiknya tidak digunakan karena tidak menyerap keringat sehingga keringat akan tetap menempel di badan. Sebaliknya, nylon amat baik menahan hujan, sehingga banyak digunakan sebagai ponco.

Saat mendaki, hindari pemakaian pakaian berbahan jeans. Bahan ini sukar kering dan berat saat basah. Bila mendaki medan yang dirimbuni pepohonan atau semak tinggi, di mana terpaan angin tidak kencang, hindari mengenakan jaket saat berjalan. Selain menahan keringat menempel di badan, jaket juga membuat tubuh merasa gerah karena selama berjalan suhu tubuh meningkat akibat pembakaran zat makanan untuk menghasilkan energi.

Pada saat istirahat, di sela pendakian, pembakaran berkurang. Dinginnya temperatur di pegunungan dan hembusan angin maka pendaki akan menghadapi perbedaan drastis temperatur. Oleh karena itu, saat beristirahat, sebaiknya pendaki mengenakan jaket atau sweater tebal. Bila beristirahat saat hujan, sebaiknya mengganti baju jalan yang basah dengan baju kering.

3. Jaket sebaiknya digunakan menahan dingin di puncak atau di lokasi kemping saat akitivitas tidak segiat saat berjalan. Pilihlah jaket yang berbahan isian (down jacket). Jaket jenis ini cukup tebal dan penahan dingin yang baik. Kelemahannya, relatif berat dan memakan banyak tempat dalam ransel. Jaket lain sebaiknya dibawa adalah yang memiliki dua lapisan (double layer). Lapisan dalam biasanya berbahan penghangat dan menyerap keringat seperti wool atau polartex, sedang lapisan luar berfungsi menahan air dan angin.
Kini, teknologi tekstil sudah mampu memroduksi Gore-tex, bahan jaket yang nyaman dipakai saat mendaki. Bahan itu memungkinkan kulit tetap "bernapas", tidak gerah, mengeluarkan uap keringat, mampu menahan angin (wind breaking) dan resapan air hujan (water proof). Sayang, bahan ini masih mahal, rata-rata berharga di atas Rp 1 juta.

4. Perlengkapan vital pendakian lainnya adalah ransel atau carrier. Kini banyak jenis ransel-terutama berangka dalam-dijual di pasaran. Fungsi rangka selain menyangga badan ransel tetap tegak, mencegah barang di dalamnya bergeser, dan menjaga jarak antara punggung pemakai dari ransel. Akibatnya, barang-barang keras yang dibawa tidak menyakitkan. Ransel yang baik dilengkapi tali pengatur sabuk penggendok atau sandang bahu, sandang pinggang, atau sabuk pinggang.

Sabuk dan tali pengatur itu akan membuat pemakainya nyaman memanggul ransel beserta isinya. Bila pendaki ingin membawa barang bawaan ke bahu dan punggung, kencangkan tali pengatur sandang bahu dan longgarkan sabuk pinggang. Sebaliknya, bila beban ingin ditopang punggung dan pinggang, kencangkan tali sabuk pinggang dan kendorkan tali sandang bahu. Ransel berdisain baik, bila rangka bagian bawah, saat dipakai, ada di sekitar pinggang sedang lengkungan rangka atas sesuai lengkungan tulang punggung pemakai.

Ransel yang memiliki beberapa kantung di penutup atau badan, memiliki banyak keuntungan. Barang-barang kecil seperti botol air minum, jaket, atau kamera yang sering dikeluar-masukkan selama pendakian, dapat ditaruh di situ. Dengan demikian, pendaki tidak perlu membuka-tutup dan mengacak-acak isi ruang utama ransel.

Oleh karena itu, pilihlah ransel berbahan nilon atau kanvas. Nilon selain kedap air juga ringan. Sebaliknya, kanvas relatif berat terutama pada waktu basah. Akan tetapi, kanvas lebih kuat terhadap goresan. 

"Pengetahuan Dasar Pendaki Gunung"
Oleh : Yunas Santhani Azis

Jalur Pendakian Gede-Pangrango via Selabintana

photo from boksistory.wordpress.com
Gede-Pangrango via Selabintana - Dibandingkan dengan jalur Cibodas dan Gunung Putri, jalur Selabintana merupakan jalur yang jarang dipilih para pendaki yang berniat menyambangi Taman Nasional Gunung Gede Pangrango, dikarenakan kondisi medan yang terjal, becek, dengan banyak pacet (binatang penghisap darah serupa lintah dengan ukuran kecil) yang sering menyerang. Maka dari itu jalur Selabintana cukup jarang dipilih, kecuali bagi mereka yang mencari tantangan atau sudah bosan dengan jalur Cibodas dan Gunung Putri. Selabintana sendiri merupakan kawasan wisata alam yang berada di Sukabumi, sehingga ada banyak penginapan dan rumah penduduk yang bisa digunakan jika kamu membutuhkannya. Untuk persiapan perbekalan, lebih baik kamu siapkan di Sukabumi.

Untuk mencapai selabintana bisa menuju terminal Sukabumi terlebih dahulu, untuk kemudian lanjut naik angkot menuju Bhayangkara, lalu dilanjut angkot menuju Selabintana. Turun di hotel Selabintana, kemudian kamu harus berjalan selama kurang lebih 45 menit menuju kantor Resort TNGP Selabintana (960 mdpl). Oh iya, di Selabintana ini ada juga wisata air terjun indah yang bisa sekalian kamu kunjungi, yakni air terjun Selabintana. Setelah melapor dan melakukan pendaftaran di pos, saatnya untuk memulai pendakian.

Pendakian Gunung Gede-Pangrango lewat jalur Selabintana ini merupakan yang paling berat diantara jalur lainnya, perjalanan awal menuju Citinggar (1.000 mdpl) dengan berjalan melewati hutan selama kurang lebih 20 menit. Selanjutnya jalur mulai semakin curam dan terjal untuk menuju ke Citinggar Barat (1.175 mdpl). Perjalanan dilanjutkan dengan menghadapi medan yang semakin terjal dan berat menuju Cigeber (1.300 mdpl), hingga sampai di Cileutik (1.500 mdpl). Perlu untuk diperhatikan jika di sekitar Cigeber cukup rawan longsor, maka dari itu kamu perlu hati-hati dan waspada saat melewati jalur Selabintana ini.

Dari Cileutik, memulai dengan melewati sungai kecil, masih dibutuhkan waktu kurang lebih selama 4 jam perjalanan menanjak tanpa ampun untuk menyusuri punggungan selatan Gunung Gede, untuk nantinya setelah bertemu persimpangan antara Gunung Gede dan Gunung Gemuruh, kamu bakal melewati perjalanan menurun menuju Alun-alun Suryakencana.


Estimasi waktu perjalanan untuk melakukan pendakian Gede-Pangrango via Selabintana kurang lebih butuh waktu selama 9-10 jam perjalanan ditambah istirahat dan bermalam. Jalur Selabintana merupakan jalur yang terpanjang dan terberat dibanding jalur Cibodas dan Gunung Putri, maka dari itu jika kamu belum berpengalaman, lebih baik jangan memilih jalur ini untuk mendaki Gunung Gede-Pangrango.
Selengkapnya tentang Gunung Gede-Pangrango baca Info Gunung Gede-Pangrango.
Baca juga Jalur Cibodas dan Jalur Gunung Putri.

Tips

  • Meski Gunung Gede terkenal ramah untuk pemula, namun jangan sekali-kali kamu meremehkan gunung ini, karena sudah banyak korban meninggal di gunung ini akibat kelalaian dan kurangnya persiapan. Selalu gunakan peralatan lengkap dan standar keamanan pendakian agar pendakian yang kamu lakukan berjalan aman, nyaman, dan lancar.
  • Latihlah fisikmu minimal seminggu sebelum hari keberangkatan.
  • Pilihlah hari yang bagus saat cuaca sedang cerah untuk waktu pendakian, agar pendakian yang kamu lakukan berjalan aman, nyaman, dan lancar.
  • Mintalah izin pada orangtua atau kerabat terdekat sebelum pergi mendaki, atau minimal memberitahukan jadwal pendakianmu pada teman atau tetangga terdekat.
  • Berdoalah sebelum memulai pendakian, jangan bersikap sombong, dan selalu utamakan keselamatan saat sedang melakukan pendakian.
  • Jangan melakukan aktivitas yang dapat memicu kebakaran, seperti membuang punting rokok sembarangan, dan membuat api unggun dengan seenaknya. Jika terpaksa untuk membuat api unggun (misalnya karena keadaan darurat seperti terkena hipotermia), jaga api agar tidak menyebar, dan pastikan api telah benar-benar padam saat hendak kamu tinggalkan.
  • Jaga kelakuan, ingat selalu prinsip “jangan tinggalkan apapun selain jejak, jangan mengambil apapun selain gambar, dan jangan membunuh apapun selain waktu.”

Referensi

Diambil dari berbagai sumber.

Jalur Pendakian Gede-Pangrango via Gunung Putri

Gede-Pangrango via Gunung Putri - Satu lagi jalur pendakian gunung Gede-Pangrango yang cukup familiar untuk digunakan para pendaki yang menyambangi gunung indah ini, yakni jalur Gunung Putri. Untuk memulai, kamu perlu menuju ke pasar Cipanas terlebih dahulu, jika kamu dari Jakarta, bisa naik bus jurusan Cianjur, kemudian turun di Cipanas. Cipanas ini merupakan daerah wisata alam yang menyediakan sumber air panas, sehingga banyak sekali penginapan yang bisa dijadikan tempat singgah jika kamu berangkat dari daerah yang cukup jauh. Selain itu, kamu bisa menyiapkan atau berbelanja perbekalan di daerah sini. Selanjutnya, dari terminal Cipanas lanjut naik minibus tujuan desa Sukarata.

Di desa ini, kamu bakal berjumpa dengan kantor Resort TNGP Gunung Putri. Bagi yang baru pertama mengunjungi Gede-Pangrango, lebih baik banyak bertanya tentang kondisi medan dan informasi lainnya disini, agar kamu mendapat gambaran yang bagus untuk bekal memulai perjalanan pendakian. Kemudian perjalanan dilanjut dengan berjalan melewati ladang penduduk hingga sampai di pos jaga TNGP. Disini kamu bisa melakukan pendaftaran, atau daftar ulang bagi yang sudah daftar online. Pos jaga ini juga bisa dijadikan tempat bermalam dengan biaya sukarela, namun pada hari-hari libur biasanya penuh dengan pendaki lain yang juga bermalam di sini, alternatifnya kamu bisa menghubungi pihak pos jaga untuk mencari rumah penduduk yang bisa digunakan untuk penginapan.

Pendakian akan dimulai dari pos jaga Gunung Putri (1.450 mdpl), medan awal perjalanan adalah ladang milik penduduk, kemudian kamu akan bertemu hutan pinus sebelum nantinya masuk kedalam hutan tropis yang dipenuhi pepohonan. Setelah melewati medan terjal di kawasan-kawasan tadi, pada ketinggian 1.850 mdpl, kamu bakal sampai di Tanah Merah. Kemudian perjalanan dilanjut menuju Legok Leunca dengan ketinggian 2.150 mdpl, Buntut Lutung 2.300 mdpl, Lawang Seketeng 2.500 mdpl dimana jalur mulai menjadi lebih terjal dan curam, hingga sampai di Simpang Maleber 2.625 mdpl. Di simpang Maleber ini, ambil jalur lurus untuk menuju ke Alun-alun Timur Suryakencana. Di alun-alun Suryakencana kamu bisa beristirahat dengan mendirikan tenda, atau lanjut menuju puncak gede yang hanya tinggal sedikit lagi bisa dicapai. Biasanya para pendaki bermalam dulu di Suryakencana, untuk kemudian paginya menuju puncak berburu sunrise. Untuk menuju puncak Pangrango, kamu perlu turun menuju kandang badak untuk kemudian berbelok arah menuju puncak Pangrango.

Mendaki Gede-Pangrango via Gunung Putri bakal membutuhkan waktu perjalanan kurang lebih 7-8 jam berjalan ditambah waktu istirahat dan bermalam. Rincian perjalanannya bisa dilihat dibawah ini.
  • Basecamp – Legok Leunca (1 jam)
  • Legok Leunca – Buntut Lutung (1,5jam)
  • Buntut Lutung – Lawang Sekateng (1,5jam)
  • Lawang Sekateng – Simpang Maleber (1,5jam)
  • Simpang Maleber – Alun-alun Surya Kencana Timur (1jam)
  • Alun-alun Surya Kencana – Puncak Gunung Gede (30 menit)
Selengkapnya tentang Gunung Gede-Pangrango baca Info Gunung Gede-Pangrango.
Baca juga Jalur Cibodas dan Jalur Selabintana.

Tips

  • Meski Gunung Gede terkenal ramah untuk pemula, namun jangan sekali-kali kamu meremehkan gunung ini, karena sudah banyak korban meninggal di gunung ini akibat kelalaian dan kurangnya persiapan. Selalu gunakan peralatan lengkap dan standar keamanan pendakian agar pendakian yang kamu lakukan berjalan aman, nyaman, dan lancar.
  • Latihlah fisikmu minimal seminggu sebelum hari keberangkatan.
  • Pilihlah hari yang bagus saat cuaca sedang cerah untuk waktu pendakian, agar pendakian yang kamu lakukan berjalan aman, nyaman, dan lancar.
  • Mintalah izin pada orangtua atau kerabat terdekat sebelum pergi mendaki, atau minimal memberitahukan jadwal pendakianmu pada teman atau tetangga terdekat.
  • Berdoalah sebelum memulai pendakian, jangan bersikap sombong, dan selalu utamakan keselamatan saat sedang melakukan pendakian.
  • Jangan melakukan aktivitas yang dapat memicu kebakaran, seperti membuang punting rokok sembarangan, dan membuat api unggun dengan seenaknya. Jika terpaksa untuk membuat api unggun (misalnya karena keadaan darurat seperti terkena hipotermia), jaga api agar tidak menyebar, dan pastikan api telah benar-benar padam saat hendak kamu tinggalkan.
  • Jaga kelakuan, ingat selalu prinsip “jangan tinggalkan apapun selain jejak, jangan mengambil apapun selain gambar, dan jangan membunuh apapun selain waktu.”

Referensi

Diambil dari berbagai sumber.

Selasa, 15 September 2015

Jalur Pendakian Gede-Pangrango via Cibodas

Gede-Pangrango via Cibodas - Jalur Cibodas merupakan jalur pendakian gunung Gede-Pangrango paling populer yang sering digunakan para pendaki. Perjalanan kamu bakal dimulai dari pintu gerbang Kebon Raya Cibodas dengan ketinggian 1.425 mdpl, cukup tinggi untuk titik awal, udara pun pastinya sudah lumayan dingin, jadi siapkan pakaian yang cukup tebal untuk menjaga suhu tubuh tetap hangat. Kemudian kamu bakal mengikuti jalan di samping lapangan golf, kemudian belok kiri menuju Kantor Resort TNGP Cibodas. Disini kamu bisa mendaftar dan membeli tiket masuk, bagi yang sudah mendaftar secara online, tetap harus melapor dan melakukan daftar ulang. Kemudian kamu bakal memulai perjalanan dengan melewati jalan setapak yang telah diperkeras, hingga kira-kira setelah menempuh jarak 1,5 km menembus hutan tropis, kamu bakal menemui sebuah danau indah yang dinamakan Telaga Biru (1.500 mdpl). Perjalanan dilanjutkan menuju Rawa Gayang Agung (1.600 mdpl) yang berupa pada rumput dengan banyak tanaman perdu hingga kamu bakal sampai di pertigaan Panyangcangan Kuda. Dari sini, kamu bisa mengunjungi sebuah air terjun Cibeureum dengan belok kanan dari pertigaan kemudian berjalan selama 10 menit. Air terjun Cibeureum sendiri merupakan tempat indah yang layak dikunjungi, ada Curug Cidendeng sebagai air terjun utama, dan 2 air terjun lain yakni Curug Cikundul dan Ciwalen.

Berikutnya, perjalanan dilanjutkan ke Batu Kukus (1.820 mdpl). Disini ada sebuah pondok kecil yang bisa dijadikan tempat berteduh dan beristirahat. Lalu, kamu harus berjalan kembali hingga mencapai ketinggian 2.150 mdpl untuk mencapai Pondok Pemandangan. Di dekat sini, ada sumber air panas yang bisa kamu jadikan tempat bersantai dan menikmati hangat air yang suhunya bisa mencapai 50 derajat Celcius. Dari Pondok Pemandangan, kamu perlu berjalan selama kurang lebih sejam untuk mencapai Kandang Batu atau Lebak Saat, dimana ada sumber air dan tanah datar yang bisa kamu jadikan tempat mendirikan tenda. Di kandang batu terdapat batu yang merupakan sisa letusan terakhir Gunung Gede.

Lanjut berjalan selama kurang lebih setengah jam dari Kandang Batu, kamu bakal sampai di Kandang Badak, yang mana merupakan titik pertemuan antara jalur menuju puncak Gede dan puncak Pangrango. Jika tujuanmu menuju puncak Gede, ambil arah kiri, sedangkan untuk menuju puncak Pangrango, ambil jalur kanan. Dari sini, jarak menuju puncak Gede hanya tinggal sekitar 2 km lagi, dan untuk menuju puncak Pangrango, jaraknya 3 km. Puncak Pangrango punya ketinggian yang lebih tinggi dari puncak Gede, namun tak ada pemandangan bagus yang bisa terlihat, karena puncak Pangrango tertutup pepohonan. Namun, jangan cemas, ada tempat indah bernama Lembah atau alun-alun Mandalawangi jika kamu turun sedikit kea rah barat dari puncak Pangrango. Mandalawangi sendiri merupakan tempat indah penuh tanaman edelweiss jawa yang merupakan tempat favorit Soe Hok Gie.

Untuk menuju puncak Gede, kamu bakal melewati ladang gersang, dimana vegetasi pepohonan mulai berkurang karena telah sangat dekat dengan kawah Gede yang aktif. Kawah Lanang ada di sebelah kiri, sementara Kawah Ratu dan Kawah Wadon adan di sebelah kanan jalan setapak yang bakal kamu lalui. Dan kemudian, sampailah kamu di puncak Gunung Gede, dimana view pemandangan indah ke berbagai penjuru bisa kamu nikmati. Mendaki Gunung Gede tanpa mengunjungi alun-alun Suryakencana yang sangat terkenal tentunya sangat tidak afdol, untuk mencapai tempat indah tersebut, kamu perlu turun kearah tenggara. Setelah berjalan selama kurang lebih satu jam, kamu bakal menjumpai padang luas yang ditumbuhi banyak tanaman edelweiss, inilah yang dinamakan Alun-alun Suryakencana (2.800 mdpl). Tempat ini sangat disukai para pendaki sebagai tempak camp favorit. Dari sini, jika kamu bisa meneruskan kearah kiri menuju Pos Gunung Putri, atau ke kanan menuju Selabintana.

Estimasi waktu pendakian Gunung Gede-Pangrango kurang lebih selama 7-8 jam berjalan, dengan catatan kamu hanya mendaki satu puncak saja antara Gede dan Pangrango. Jika ingin mendaki kedua puncak, kamu butuh waktu kurang lebih 9-10 jam. Rinciannya bisa dilihat dibawah ini.
  • Pos Pendaftaran – Tarentong (15 menit)
  • Tarentong – Telaga Biru (15 menit)
  • Telaga Biru – Rawa Panyangcangan (20 menit)
  • Rawa Panyangcangan – Rawa Denok 1 (10 menit)
  • Rawa Denok 1 – Rawa Denok 2
  • Rawa Denok 2 – Bartu Kukus 1
  • Batu Kukus 1 – Batu Kukus 2
  • Batu Kukus 2 – Batu Kukus 3
  • Batu Kukus 3 – Pondok Pemandangan
  • Pondok Pemandangan – Air Panas (dari Rawa Denok 1 sampai Air Panas 2 jam 15 menit)
  • Air Panas – Kandang Batu (1 jam)
  • Kandang Batu – Panca Weuleuh (10 menit)
  • Panca Weuleuh – Kandang Badak (1 jam)
  • Kandang Badak – Puncak Gunung Gede (2 jam)
  • Kandang Badak – Puncak Gunung Pangrango (2 jam)




Selengkapnya tentang Gunung Gede-Pangrango baca Info Gunung Gede-Pangrango.
Baca juga Jalur Gunung Putri dan Jalur Selabintana.

Tips

  • Meski Gunung Gede terkenal ramah untuk pemula, namun jangan sekali-kali kamu meremehkan gunung ini, karena sudah banyak korban meninggal di gunung ini akibat kelalaian dan kurangnya persiapan. Selalu gunakan peralatan lengkap dan standar keamanan pendakian agar pendakian yang kamu lakukan berjalan aman, nyaman, dan lancar.
  • Latihlah fisikmu minimal seminggu sebelum hari keberangkatan.
  • Pilihlah hari yang bagus saat cuaca sedang cerah untuk waktu pendakian, agar pendakian yang kamu lakukan berjalan aman, nyaman, dan lancar.
  • Mintalah izin pada orangtua atau kerabat terdekat sebelum pergi mendaki, atau minimal memberitahukan jadwal pendakianmu pada teman atau tetangga terdekat.
  • Berdoalah sebelum memulai pendakian, jangan bersikap sombong, dan selalu utamakan keselamatan saat sedang melakukan pendakian.
  • Jangan melakukan aktivitas yang dapat memicu kebakaran, seperti membuang punting rokok sembarangan, dan membuat api unggun dengan seenaknya. Jika terpaksa untuk membuat api unggun (misalnya karena keadaan darurat seperti terkena hipotermia), jaga api agar tidak menyebar, dan pastikan api telah benar-benar padam saat hendak kamu tinggalkan.
  • Jaga kelakuan, ingat selalu prinsip “jangan tinggalkan apapun selain jejak, jangan mengambil apapun selain gambar, dan jangan membunuh apapun selain waktu.”

Referensi

Diambil dari berbagai sumber.

Gunung Gede-Pangrango

photo from @herumuharrom
Gunung Gede Pangrango – Jika di Jawa Tengah ada Sindoro-Sumbing dan Merbabu-Merapi, dan di Jawa Timur ada Arjuno-Welirang, nah di Jawa Barat juga ada 2 gunung yang letaknya sangat berdekatan, yakni Gunung Gede dan Pangrango. 2 Gunung ini merupakan destinasi pendakian favorit para pendaki asal ibu kota, karena letaknya yang cukup dekat. Jika kamu pernah baca buku tentang Soe Hok Gie, atau pernah nonton film biografi beliau yang berjudul Gie, kedua gunung ini pastinya udah ngga asing lagi, karena merupakan gunung favorit tempat pelarian Soe Hok Gie yang juga seorang anak Mapala. Selain karena letaknya yang cukup dekat dengan ibukota, Gunung Gede dan Pangrango juga punya pemandangan alam yang sangat indah, salah satu yang jadi favorit para pendaki adalah alun-alun Suryakencana, sebuah padang luas tempat banyak tanaman edelweiss tumbuh.

Lokasi


Gunung Gede dan Pangrango terletak di Provinsi Jawa Barat, tepatnya masuk kedalam 3 wilayah administrative, yakni Bogor, Cianjur, dan Sukabumi. Sejak tahun 1980, Gunung Gede dan Pangrango telah menjadi sebuah kawasan Taman Nasional, dengan nama Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGP).

Spot Menarik

Alun-Alun Suryakencana

photo from @azistron

Ditengah gunung ada tanah terbuka luas dengan banyak tanaman edelweiss yang tumbuh, pastinya keren banget dong. Alun-alun Suryakencana ini merupakan salah satu spot paling disukai oleh para pendaki gunung Gede Pangrango. Dengan pemandangan yang sangat indah, serta wilayah terbuka yang sangat luas, Alun-alun Suryakencana menjadi tempat camp favorit para pendaki.

Puncak Gede

photo from @momofbrefre

Tak seperti puncak Gunung Pangrango yang terlihat hampir kerucut sempurna, puncak Gede merupakan sebuah kawah lebar yang menyajikan panorama keindahan alam yang indah. Dari puncak gede, pandangan ke sekitar sangat jelas, karena tidak terhalang oleh pepohonan, sehingga dari sini kamu bisa menikmati indahnya momen sunrise, dan juga pemandangan gunung pangrango yang terlihat dengan gagah.

Lembah/Alun-alun Mandalawangi

photo from @arcelm

Seperti alun-alun Suryakencana, Mandalawangi merupakan kawasan tempat tumbuhnya bunga edelweiss jawa, bedanya, Mandalawangi tak seluas Suryakencana. Tempat ini sangat terkenal karena merupakan tempat favorit yang sering dikunjungi oleh Soe Hok Gie, tokoh aktivis mahasiswa tahun 60an, sekaligus seorang anggota mapala. Dalam puisi-puisinya yang sangat terkenal, Gie kerap mencantumkan nama lembah mandalawangi yang sangat ia kagumi keindahannya.

Puncak

Puncak Gede (2.958 mdpl)

photo from @momofbrefre

Puncak Pangrango (3.019 mdpl)

photo from @danierfanto

Jalur Pendakian

Cibodas

Gunung Putri

Selabintana

Tarif masuk untuk pendakian gunung Gede-Pangrango tak terlalu mahal untuk ukuran tiket pendakin, kamu hanya perlu membayar uang sebesar Rp.22.500,- / 2 hari 1 malam pada hari kerja (senin-jum’at), dan untuk hari libur (sabtu, minggu, dan hari libur nasional) biayanya naik menjadi Rp.32.500,- / 2 hari satu malam. Untuk biaya transport dan konsumsi, silahkan estimasikan sendiri sesuai dengan daerah asal masing-masing, jalur yang dipilih, dan lama waktu pendakian.

Info Kontak

Karena pihak pengelola Taman Nasional Gunung Gede Pangrango memberlakukan system kuota pendaki (600 orang/hari dibagi 3 jalur), maka dari itu untuk urusan mendapatkan Simaksi, kamu harus booking terlebih dahulu sejak jauh hari. Untuk keperluan booking, bisa menghubungi nomor ini Tel/Fax: +62-263-519415, atau via e-mail booking@gedepangrango.org. Untuk informasi lebih lanjut, silahkan kunjungi website resminya di http://gedepangrango.org. Selain itu, TNGP juga menetapkan jadwal penutupan pendakian, maka dari itu sebaiknya kamu cari info terkini dulu tentang terbuka atau tidaknya TNGP untuk pendakian sebelum menentukan waktu pemberangkatan. Untuk mengetahui informasi terkini, silahkan hubungi pihak pengelola TNGP via e-mail info@gedepangrango.org, atau telpon nomor +62-263-512776.

Tips

  • Meski Gunung Gede terkenal ramah untuk pemula, namun jangan sekali-kali kamu meremehkan gunung ini, karena sudah banyak korban meninggal di gunung ini akibat kelalaian dan kurangnya persiapan. Selalu gunakan peralatan lengkap dan standar keamanan pendakian agar pendakian yang kamu lakukan berjalan aman, nyaman, dan lancar.
  • Latihlah fisikmu minimal seminggu sebelum hari keberangkatan.
  • Pilihlah hari yang bagus saat cuaca sedang cerah untuk waktu pendakian, agar pendakian yang kamu lakukan berjalan aman, nyaman, dan lancar.
  • Mintalah izin pada orangtua atau kerabat terdekat sebelum pergi mendaki, atau minimal memberitahukan jadwal pendakianmu pada teman atau tetangga terdekat.
  • Berdoalah sebelum memulai pendakian, jangan bersikap sombong, dan selalu utamakan keselamatan saat sedang melakukan pendakian.
  • Jangan melakukan aktivitas yang dapat memicu kebakaran, seperti membuang punting rokok sembarangan, dan membuat api unggun dengan seenaknya. Jika terpaksa untuk membuat api unggun (misalnya karena keadaan darurat seperti terkena hipotermia), jaga api agar tidak menyebar, dan pastikan api telah benar-benar padam saat hendak kamu tinggalkan.
  • Jaga kelakuan, ingat selalu prinsip “jangan tinggalkan apapun selain jejak, jangan mengambil apapun selain gambar, dan jangan membunuh apapun selain waktu.”

Referensi

Diambil dari berbagai sumber.

Senin, 14 September 2015

Tanpa Persiapan, Naik Gunung Tidak Bermakna

photo from pixabay
Banyak remaja sering mengisi waktu liburan dengan naik gunung. Namun, karena ketidak-tahuan, kegiatan fisik berat itu sering tidak disiapkan dengan baik. Padahal, mendaki gunung ditentukan oleh faktor ekstern dan intern, dan kebugaran fisik mutlak diperlukan.

Pendaki gunung legendaris asal Inggris, Sir George Leigh Mallory, kerap menjawab pendek pertanyaan mengapa ia begitu "tergila-gila" naik gunung. "Because it is there,"ujarnya. Jawaban itu menggambarkan betapa luas pengalamannya mendaki gunung dan bertualang. Selain jawaban itu, masih banyak alasan mengapa seseorang mendaki gunung atau menggeluti kegiatan petualangan lainnya.

Anggota-anggota Mapala Universitas Indonesia-kelompok pencinta alam tertua (bersama Wanadri Bandung) di Indonesia-contohnya. Mereka punya alasan lebih panjang dari Mallory. Dalam halaman awal buku pegangan petualangan yang dimiliki seluruh anggotanya tertulis, "Nasionalisme tidak dapat tumbuh dari slogan atau indoktrinasi. Cinta tanah air hanya tumbuh dari melihat langsung alam dan masyarakatnya. Untuk itulah kami naik gunung". Yang jelas, tidak seorang petualang alam-komunitas di Indonesia lebih senang menggunakan istilah pencinta alam-melakukan kegiatan itu dengan alasan untuk gagah-gagahan. Karena bukan untuk gagah-gagahan, maka sebaiknya tidak ada istilah "modal nekad" dalam mendaki gunung.

Bagaimanapun, gunung dengan rimba liarnya, tebing terjal, udara dingin, kencangnya angin yang membuat tulang ngilu, malam yang gelap dan kabut yang pekat bukanlah habitat manusia modern. Bahaya yang dikandung alam itu akan menjadi semakin besar bila pendaki gunung tidak membekali diri dengan peralatan, kekuatan fisik, pengetahuan tentang alam, dan navigasi yang baik. Tanpa persiapan yang baik, naik gunung tidak bermakna apa-apa.

Secara umum, ada dua faktor yang mempengaruhi berhasil tidaknya pendakian gunung. Pertama, faktor ekstern atau faktor yang berasal dari luar diri pendaki. Cuaca, kondisi alam, gas beracun yang dikandung gunung dan sebagainya yang merupakan sifat dan bagian alam. Karena itu, bahaya yang mungkin timbul seperti angin badai, pohon tumbang, letusan gunung atau meruapnya gas beracun dikategorikan sebagai bahaya objektif (objective danger). Seringkali faktor itu berubah dengan cepat di luar dugaan manusia.

Tidak ada seorang pendaki pun yang dapat mengatur bahaya objektif itu. Namun dia dapat menyiapkan diri menghadapi segala kemungkinan itu. Diri pendaki, segala persiapan, dan kemampuannya itulah yang menjadi faktor intern, faktor kedua yang berpengaruh pada sukses atau gagalnya mendaki gunung.

Bila pendaki tidak mempersiapkan pendakian, maka dia hanya memperbesar bahaya subyektif. Misalnya, bahaya kedinginan karena pendaki tidak membawa jaket tebal atau tenda untuk melawan dinginnya udara dan kencangnya angin.

Tidak bisa ditawar, mendaki gunung adalah kegiatan fisik berat. Karena itu, kebugaran fisik adalah hal mutlak. Untuk berjalan dan menarik badan dari rintangan dahan atau batu, otot tungkai dan tangan harus kuat. Untuk menahan beban ransel, otot bahu harus kuat. Daya tahan (endurance) amat diperlukan karena dibutuhkan perjalanan berjam-jam hingga hitungan hari untuk bisa tiba di puncak. (Baca Juga : Latihan Fisik untuk Mendaki Gunung)

Bila tidak biasa berolahraga, calon pendaki sebaiknya melakukan jogging dua atau tiga kali seminggu, dilakukan dua hingga tiga minggu sebelum pendakian. Mulailah jogging tanpa memaksa diri, misalnya cukup 30 menit dengan lari-lari santai.

Tingkatkan waktu dan kecepatan jogging secara bertahap pada kesempatan berikutnya. Bila kegiatan itu terasa membosankan, dapat diselingi dengan berenang. Dua olahraga itu sangat bermanfaat meningkatkan endurance dan kapasitas maksimum paru-paru menyedot oksigen (Volume O2 maximum/VO2 max). Latihan push up, sit up, pull up sebaiknya juga dilakukan untuk memperkuat otot-otot.

Saking semangatnya, pendaki muda kerap kali ingin segera mencapai puncak, apalagi bila kegiatan itu dilakukan berkelompok. Persaingan untuk berjalan paling cepat, paling depan, dan menjadi orang pertama memijak puncak, sebaiknya ditinggalkan.

Mendaki gunung yang baik justru melangkah perlahan dalam langkah-langkah kecil dan dalam irama tetap. Dengan berjalan seperti itu, pendaki dapat mengatur napas, dan menggunakan tenaga seefisien mungkin. Bagaimanapun mendaki merupakan pekerjaan melelahkan. Selain itu, keindahan alam dan kebersamaan dalam rombongan, sering menggoda pendaki untuk banyak berhenti dan beristirahat di tengah jalan. Bila dituruti terus, bukan tidak mungkin pendakian malah gagal mencapai puncak. Karena itu, cobalah membuat target pendakian. Misalnya, harus berjalan nonstop selama satu jam, lalu istirahat 10 menit, kembali mendaki selama satu jam dan seterusnya. Lakukan hal ini hingga mencapai puncak atau hari telah sore untuk berkemah. Pada medanperjalanan yang landai, target waktu seperti itu dapat diganti dengan target tempat. Caranya, tentukanlah titik-titik target di peta sebagai titik beristirahat.

Buatlah jadwal rencana kegiatan sehingga waktu yang tersedia digunakan seefektif mungkin dalam bergiat di alam. Jadwal itu memungkinkan pendaki menghitung berapa banyak makanan, pakaian, peralatan harus dibawa, dan dana yang harus disiapkan. Jadwal itu antara lain mencakup keberangkatan, jadwal dan rute pendakian, kapan tiba di puncak, jadwal dan rute pulang, dan seterusnya. Jadwal pendakian perhari dapat lebih dirinci dengan berapa jam jatah pendakian, pukul berapa dimulai dan kapan berhenti serta seterusnya.

Untuk menghindari beban bawaan terlalu berat, hindari membawa barang-barang yang tidak perlu. Misalnya, cukup membawa baju dan celana tiga atau empat stel meski pendakian memerlukan waktu cukup lama. Satu stel pakaian dikenakan saat berangkat dari rumah hingga kaki gunung dan saat pulang. Satu stel sebagai baju lapangan saat mendaki. Satu stel yang lain sebagai baju kering yang digunakan saat berkemah. Rain coat dan payung dapat dicoret dari barang bawaan bila telah membawa ponco. Bila telah membawa lilin, cukup membawa batu batere seperlunya untuk menyalakan senter dalam keadaan darurat. Piring dapat ditinggal di rumah karena wadah makanan dapat menggunakan rantang memasak atau cangkir.

Bila barang perlengkapan telah terkumpul, masukkan semua ke dalam ransel. Jangan biarkan ada sejumlah barang seperti cangkir atau sandal diikat di lua ransel. Selain tidak sedap dipandang, risiko hilang selama pendakian, amat besar. Meski demikian, ada beberapa barang yang ditolerir bila ditaruh di luar ransel dan diikat dengan tali webbing ransel. Misalnya, matras karet dan tiang tenda. Namun, yakinkan, semua telah diikat dengan kencang.
Menaruh barang di dalam ransel amat berbeda dengan cara memasukkan buku-buku pelajaran dalam daypack (ransel kecil yang biasa digunakan ke sekolah).

Buku pelajaran, baju praktikum, kalkulator dapat kita cemplungkan begitu saja ke dalam daypack. Sebaliknya, barang-barang pendakian harus dimasukkan dalam ransel dengan aturan tertentu sehingga mengurangi rasa sakit saat memanggul dan menghindari ruang kosong dalam ransel.

Prinsip pengepakan barang dalam ransel.

  • Letakkan barang ringan di bagian bawah dan barang berat di bagian atas.
  • Barang-barang yang diperlukan paling akhir (misalnya peralatan kemping dan tidur), ditaruh di bagian bawah dan barang yang sering dikeluar-masukkan (seperti jaket, jas hujan, botol air) di bagian atas.
  • Jangan biarkan ada ruang kosong dalam ransel. Contoh, manfaatkan bagian dalam panci sebagai tempat menyimpan beras. Untuk itu, langkah pertama mengepak perlengkapan pendakian adalah mengelompokkan barang menurut jenis, seperti: a. pakaian dan kantung tidur, b. alat memasak, c. tenda, d. makanan. Bungkus kelompok-kelompok barang itu dalam kantong-kantong plastik agar mudah dicari.
Sebagian besar pendaki menganggap, mengepak barang merupakan seni tersendiri dan kerap mengasyikkan. (Baca juga : Tips Packing untuk Mendaki Gunung)

"Tanpa Persiapan, Naik Gunung Tidak Bermakna"
Oleh : Yunas Santhani Azis


Jumat, 11 September 2015

Menyedihkan, Ratusan Hektar Padang Edelweis di Tegal Alun Gunung Papandayan Habis Terbakar

Salah satu gunung terindah yang ada di Indonesia, yakni Gunung Papandayan, sejak minggu lalu mengalami kebakaran. Titik api diperkirakan berawal dari Blok Tegal Alun, yang kemudian meluas ke sejumlah kawasan lainnya, seperti Pondok Saladah. Ratusan hektar padang edelweis yang merupakan tanaman langka di kawasan tegal alun pun hangus terbakar. Penyebab awal kebakaran ini masih belum bisa dipastikan, namun beberapa pihak mengklaim kebakaran di Gunung Papandayan ini disebabkan oleh puntung rokok yang dibuang sembarangan. Pihak lainnya berpendapat jika kebakaran ini berasal dari api unggun yang lupa dipadamkan, namun pendapat itu dibantah oleh pihak pengurus kawasan Gunung Papandayan, karena tidak ada pendaki yang camping di kawasan tegal alun, sehingga kemungkinan besar berasal dari puntung rokok yang dibuang sembarangan di kawasan tersebut. Api kemudian menjalar dengan cepat, karena tanaman yang kering akibat kemarau panjang, dan angin yang belakangan bertiup kencang. Akibat kejadian ini, kawasan Gunung Papandayan pun telah ditutup untuk pendakian sejak beberapa hari belakangan.

tinggal kenangan, sedih..

Kejadian ini sungguh sangat menyedihkan, mengingat kawasan Tegal Alun merupakan salah satu dari sedikit tempat terbaik yang ada di Indonesia, dimana tanaman edelweiss dapat tumbuh dengan sangat indah. Kini, sebagian besar padang edelweis di Tegal Alun telah hilang menjadi abu, butuh waktu lama untuk memulihkan ekosistem di kawasan konservasi ini agar dapat kembali normal. Berikut ini foto-foto terbaru keadaan kawasan Tegal Alun Gunung Papandayan.







Kalau sudah seperti ini, sedih banget kan jadinya, keindahan yang terbentuk hasil proses alam yang berlangsung sangat lama, hilang dalam sekejap akibat ulah oknum yang tak bertanggungjawab. Siapa yang salah?

Semoga kejadian ini bisa menjadi pelajaran yang berharga bagi kita semua, agar lebih berhati-hati dan berusaha untuk menjaga keindaha dan kelestarian alam, minimal dengan tidak merusak atau melakukan perbuatan nakal yang bisa menyebabkan kerusakan alam seperti kejadian di atas. Jangan cuma bisa menikmati keindahannya saja, tapi jaga, lindungi, dan keindahan alam yang ada, agar kelak anak cucu kita masih bisa menikmatinya. Salam Lestari!

Sumber foto : Tempo.co

Kamis, 10 September 2015

Gunung Ciremai (3.078 mdpl)


Info Gunung Ciremai – Jawa Barat terkenal dengan lanskap pegunungan indah yang menghampar di sepanjang wilayahnya, gunung-gunung cantik banyak bertebaran di wilayah Jawa Barat, dengan yang tertinggi adalah Gunung Ciremai. Karena merupakan gunung tertinggi di Jawa Barat, Ciremai menjadi salah satu destinasi favorit untuk kegiatan pendakian gunung. Setiap tahunnya, ada banyak pendaki dari berbagai daerah di Indonesia yang menyambangi gunung ini. Puncak Ciremai berada di ketinggian 3.078 mdpl, jauh lebih pendek dari gunung tertinggi di provinsi pulau Jawa lainnya, seperti Slamet di Jawa Tengah dengan ketinggian 3.428 mdpl, dan Semeru di Jawa Timur dengan ketinggian 3.676 mdpl. Gunung Ciremai merupakan gunung api aktif bertipe kerucut atau stratovolcano, gunung ini tercatat mengalami letusan terakhir pada tahun 1937.

Lokasi

Ciremai terletak di wilayah 3 kabupaten, yakni Kuningan, Cirebon, dan Majalengka. Sejak beberapa tahun silam, Gunung Ciremai telah menjadi sebuah kawasan Taman Nasional, dengan nama Taman Nasional Gunung Ciremai (TNGC).

Spot Menarik

Jalur Pendakian bermedan Terjal

Ciremai merupakan salah satu gunung yang memiliki trek pendakian yang sangat terjal, yakni via jalur Linggarjati. Jika di gunung-gunung tinggi lain titik awal pendakian biasanya dimulai dari tempat yang sudah cukup tinggi, pos pendakian awal Ciremai via Linggarjati berada di titik yang sangat rendah, sehingga pendakian via jalur ini menjadi sangat berat dan panjang. Bagi kamu yang hobby mencari tantangan saat melakukan pendakian, jalur Linggarjati rasanya sangat layak untuk kamu jajal.

Kawah di Puncak

Puncak Gunung Ciremai berupa kawah yang cukup besar, sehingga membentuk lanskap yang sangat indah. Jika kamu mendaki Ciremai via Linggarjati, kamu bakal sampai di puncak bagian timur kawah, sedangkan jika mendaki dari Palutungan dan Apuy, kamu bakal sampai di bagian barat, kamu bisa menyusuri bibir kawah Ciremai untuk menjelajahi setiap bagian puncak gunung indah ini. Dengan kawah yang sangat lebar, puncak Gunung Ciremai merupakan tempat yang sangat menarik untuk dikunjungi.

Puncak

  • Puncak Sunan Talaga (3.058 mdpl)
  • Puncak Sunan Cirebon (3.078 mdpl)

Jalur Pendakian

Palutungan

Jalur Palutungan merupakan jalur dengan kesulitan tingkat menengah dari 2 jalur lainnya (Apuy dan Linggarjati). Untuk sampai di pos pendakian Palutungan kamu perlu menuju terminal Kuningan terlebih dahulu, kemudian cari angkutan menuju Cigugur. Dari Cigugur bisa naik ojek atau sewa mobil pick up menuju ke pos pendakian. Jalur Palutungan memiliki jarak pendakian paling panjang, namun dengan banyak medan yang lumayan landai, karena jalur yang memutar mengikuti kontur.
Mendaki Gunung Ciremai via jalur Palutungan butuh waktu kurang lebih selama 8-9 jam perjalanan, tergantung kecepatan berjalanmu. Rinciannya bisa dilihat di bawah ini :
  • Dari Basecamp Palutungan menuju Cigowong - 2 jam perjalanan
  • Dari Cigowong ke Kuta butuh waktu - 30 menit
  • Dari Kuta ke Pangguyangan Badak butuh waktu - 1 jam perjalanan
  • Dari Pangguyangan Badak menuju Arban - 1 jam perjalanan
  • Dari Arban ke Tanjakkan Asoy - 30 menit
  • Dari Tanjakan Asoy ke Pasanggrahan - 1 jam
  • Dari Pasanggrahan ke Sanghyang Ropoh - 1 jam
  • Dari Sanghyang Ropoh ke Goa Walet - 1 jam
  • Dari Goa Walet menuju Puncak Ciremai - 30 menit
  • Untuk turun gunung, jika berjalan cepat dan tidak banyak istirahat, bakal makan waktu 5-6 jam.
Estimasi waktu diatas hanya menghitung jumlah waktu yang dibutuhkan untuk berjalan, belum termasuk dengan waktu istirahat dan camping di tengah perjalanan. Jika kamu naik via jalur ini, kemungkinan butuh waktu 1-2 hari. Untuk sumber air, ada di pos Cigowong.

Apuy

Jalur Apuy merupakan pilihan jalur yang paling nyaman dibanding jalur lainnya (meski ada beberapa spot dengan jalur curam). Waktu yang diperlukan untuk mendaki Ciremai via jalur ini hanya 7-8 jam (paling cepat dibanding jalur lainnya). Jalur Apuy bakal bertemu dengan jalur palutungan di pertigaan sebelum pos Goa Walet. Berbeda dengan jalur Palutungan dan Linggarjati yang berada di Kuningan, Apuy berada di wilayah Majalengka, sehingga untuk sampai ke sini kamu perlu menuju terminal Majalengka atau perempatan Kadipaten terlebih dahulu, sebelum kemudian lanjut dengan angkutan umum menuju Desa Apuy.
Mendaki Ciremai via Apuy butuh waktu 7-8 jam perjalanan. Rinciannya bisa dilihat di bawah ini :
  • Dari Basecamp menuju Berod - 1 jam
  • Dari Berod menuju Arban - 30 menit
  • Dari Arban ke Tegal Masawa - 1 jam
  • Dari Tegal Masawa ke Tegal Jamuju - 1 jam
  • Dari Tegal Jamuju ke Sanghyang Rangkah - 1,5 jam
  • Dari Sanghyang Rangkah ke Goa Walet - 2 jam
  • Dari Goa Walet menuju Puncak Ciremai - 30 menit
Data diatas hanya mengkalkulasikan waktu berjalan saja, belum ditambah waktu beristirahat dan bermalam. Total waktu yang dibutuhkan untuk mendaki Ciremai via Apuy kurang lebih 1-2 hari.

Linggarjati

Jalur Linggarjati merupakan jalur terberat dari 3 pilihan jalur yang biasa digunakan para pendaki Ciremai.  Desa Linggarjati terletak di Kabupaten Kuningan, jika kamu ingat dalam pelajaran sejarah, desa ini pernah digunakan sebagai tempat sebuah perundingan penting, gedung peninggalannya pun ada di sini menjadi museum yang layak untuk kamu kunjungi saat hendak mendaki Gunung Ciremai via jalur Linggarjati. Jalur linggarjati sebenarnya punya jarak pendakian paling pendek dibanding jalur lainnya, namun punya medan yang sangat terjal dan menyulitkan, sehingga waktu pendakian via jalur ini menjadi yang paling lama dibanding jalur lainnya.
Mendaki Gunung Ciremai via Linggarjati bakal menghabiskan waktu kira-kira  12-13 jam perjalanan.  Rincian perjalanannya bisa di lihat di bawah ini :
  • Dari Linggasana ke Pos Cibunar 1 jam perjalanan
  • Dari Cibunar ke Leuweung Datar 30 menit perjalanan
  • Dari Leuweung Datar ke Condang Amis 30 menit perjalanan
  • Dari Kondang Amis ke Kuburan Kuda 1 jam perjalanan
  • Dari Kuburan Kuda menuju Pangalap 1 jam perjalanan
  • Dari Pangalap ke Tanjakan Seruni 1,5 jam perjalanan
  • Dari Tanjakan Seruni ke Tanjakan Bapa Tere 2 jam perjalanan
  • Dari Bapa Tere ke Batu Lingga 1 jam perjalanan
  • Dari Batu Lingga ke Sangga Buana 2 jam perjalanan
  • Dari Sangga Buana ke Pangasinan 1 jam perjalanan
  • Dari Pangasinan menuju Puncak Ciremai 30 menit perjalanan
  • Untuk turun gunung, jika berjalan cepat dengan tanpa banyak istirahat, bisa di tempuh dalam waktu 7-8 jam.
Data di atas hanya menghitung waktu perjalanan saja, belum ditambah waktu istirahat dan camping untuk bermalam, sehingga butuh waktu 2-3 hari untuk mendaki Ciremai via Linggarjati. Di jalur ini tidak tersedia sumber air, sehingga kamu harus membawa bekal air dari Cibunar, hal inilah yang semakin menambah tingkat kesulitan pendakian via jalur Linggarjati.

Padabeunghar (*tidak direkomendasikan karena jarang digunakan)

Estimasi Biaya

Untuk biaya tiket pendakian, Gunung Ciremai telah mengalami kenaikan yang sangat signifikan sejak setahun belakangan, kamu harus membayar uang senilai 50 ribu rupiah untuk dapat mendaki gunung ini. Tiket pendakian tersebut sudah termasuk dengan bonus sekali makan nasi kotak (tapi kemarin agustusan penulis ngga dapet makan, malah diganti sama minuman dingin, katanya penyedia kewalahan karena jumlah pendaki yang membludak, hehe).  Untuk biaya transportasi silahkan kamu estimasi sendiri berapa kebutuhannya, perkirakan ongkos angkutan menuju daerah pos pendakian yang kamu pilih, kemudian tambahkan dengan ongkos ojek atau kendaraan lainnya yang akan mengangkut dirimu menuju pos pendakian.

Tips

  • Selalu gunakan peralatan lengkap dan standar keamanan pendakian.
  • Latihlah fisikmu minimal seminggu sebelum hari keberangkatan.
  • Pilihlah hari yang bagus saat cuaca sedang cerah untuk waktu pendakian, agar pendakian yang kamu lakukan berjalan aman, nyaman, dan lancar.
  • Mintalah izin pada orangtua atau kerabat terdekat sebelum pergi mendaki, atau minimal memberitahukan jadwal pendakianmu pada teman atau tetangga terdekat.
  • Berdoalah sebelum memulai pendakian, jangan bersikap sombong, dan selalu utamakan keselamatan saat sedang melakukan pendakian.
  • Jangan melakukan aktivitas yang dapat memicu kebakaran, seperti membuang punting rokok sembarangan, dan membuat api unggun dengan seenaknya. Jika terpaksa untuk membuat api unggun (misalnya karena keadaan darurat seperti terkena hipotermia), jaga api agar tidak menyebar, dan pastikan api telah benar-benar padam saat hendak kamu tinggalkan.
  • Jaga kelakuan, ingat selalu prinsip “jangan tinggalkan apapun selain jejak, jangan mengambil apapun selain gambar, dan jangan membunuh apapun selain waktu.”

Referensi

https://id.wikipedia.org/wiki/Gunung_Ceremai
http://infopendaki.com/gunung-ciremai/

Untuk Jalur Palutungan baca selengkapnya di : Pendakian Gunung Ciremai via Palutungan