Selasa, 24 November 2015

8 Fakta Gunung Everest yang Perlu Kamu Tahu


Siapa yang tak tahu gunung Everest, predikatnya sebagai gunung tertinggi di dunia tentu telah membuat salah satu puncak di pegunungan Himalaya ini menjadi terkenal di seantero dunia. Belakangan popularitasnya juga semakin meningkat, usai beberapa waktu lalu. sebuah kisah pendakian gunung ini diangkat ke dalam film layar lebar.

Dengan popularitas dan statusnya sebagai yang tertinggi, tentu saja gunung ini sering menjadi impian terliar dari para petualang dunia. Beberapa diantaranya kemudian beruntung bisa menginjakkan kaki di tanah tertingginya, namun kebanyakan akhirnya hanya menjadi mimpi belaka, karena banyak sekali rintangan-rintangan yang harus dihadapi untuk mendaki gunung ini, terutama soal masalah biaya pendakian yang sangat mahal.

Agar kita bisa mengenal lebih dekat serta menambah pengetahuan tentang gunung tertinggi dunia ini, berikut ada 8 fakta gunung Everest yang perlu kamu tahu.

1. Mereka yang pertama mencapai puncak Everest


Tahun 1953, pendaki asal Selandia Baru bernama Edmund Hillary bersama seorang Sherpa bernama Tenzing Norgay menjadi 2 orang pertama yang sukses menginjakkan kaki di punyak Everest.

Sedangkan menurut beberapa sumber yang penulis baca, orang Indonesia sekaligus orang Asia Tenggara pertama yang tercatat pernah menginjakkan kaki di puncak Everest masih diperdebatkan banyak pihak, antara seorang pendaki wanita bernama Clara Sumarwati dan Anggota Kopassus Serka Asmujiono.

Clara Sumarwati berhasil mencapai puncak Everest pada September 1996, namun karena kurangnya bukti, terutama foto ketika dirinya memgang bendera di puncak Everest, banyak pihak kemudian menyangsikan kisah pencapaian Ibu Clara. Terlepas dari kontroversi tersebut, dari berbagai sumber pencatatan dunia, Clara diakui sebagai penakluk puncak Everest ke-836. Masyarakat pendaki gunung internasional pun sudah maklum bahwa Clara adalah orang Indonesia dan juga orang Asia Tenggara pertama yang sampai ke puncak Everest.

Sedangkan Serka Asmujiono tercatat berhasil mengibarkan merah putih di puncak tertinggi dunia itu pada April 1997, saat mengikuti misi ekspedisi puncak Everest yang diprakarsai Danjen Kopassus saat itu, yakni Prabowo Subianto.

Terlepas dari kontroversi siapa orang Indonesia pertama yang mencapai puncak Everest, kita patut bangga, karena berkat perjuangan mereka, bendera Merah Putih bisa berkibar di puncak tertinggi dunia, dan Indonesia menjadi negara Asia Tenggara pertama yang berhasil melakukan itu.

2. Ketinggian Everest yang super


Gunung yang termasuk dalam rangkaian pegunungan Himalaya di wilayah Nepal ini punya ketinggian 8.848 meter, yang mana sama dengan ketinggian terbang rata-rata sebuah pesawat penumpang.

Jika angka itu belum memunculkan imajinasi pikiranmu tentang betapa tingginya gunung ini, coba bayangkan bus bertingkat dua ditumpuk-tumpuk di bagian atasnya hingga mencapai 643 unit bus. Setinggi itulah gunung Everest!

3. Statistik jumlah pendaki Everest


Hingga saat ini, jumlah pendaki yang telah berhasil mendaki gunung Everest ada sekitar 3000 orang. Sedangkan korban yang meninggal baik saat sedang mendaki maupun setelah pulang ada sebanyak 210 orang.

4. Antrian di gunung Everest


Meski statusnya sebagai gunung tertinggi di dunia, tidak berarti gunung Everest tidak bisa dipenuhi banyak orang. Banyak orang melaporkan, jika mereka harus terlibat ke dalam antrian saat mendaki di beberapa bagian gunung Everest.

5. Pendaki tertua


Pada bulan Mei tahun 2013, seorang pendaki yang pada saat itu berusia 80 tahun asal Jepang bernama Yuichiro Miura, tercatat sebagai pendaki tertua tertua yang pernah mendaki Everest.

6. Pendaki termuda


Sedangkan yang termuda adalah Jordan Romero asal Amerika Serikat yang berusia 13 tahun saat mendaki gunung Everest di tahun 2010.

7. Pendaki wanita pertama

Pada tahun 1975, seorang pendaki wanita asal Jepang bernama Junko Tabei mencatatkan sejarah sebagai pendaki wanita pertama yang mencapai puncak Everest.

8. Perlu biaya besar untuk mendaki Everest

Sebagai gunung tertinggi dunia dengan medan pendakian yang ekstrem, tentu saja butuh banyak biaya untuk dapat mendaki gunung ini. Menurut kabar yang beredar, jika kamu ingin mendaki Everest, minimal kamu harus mengantongi uang sebesar £50,000 atau setara 1 milyar Rupiah (kurs November 2015). Gila kan, untuk bisa mendaki gunung ini, kita harus jadi milyarder dulu, hihi.

Itulah 8 fakta gunung Everest yang perlu kamu tahu, semoga bermanfaat dan menambah wawasan tentang dunia pendakian dan petualangan. Salam lestari!

Keterangan :
Informasi dalam tulisan ini diambil dari salah satu artikel bbc.co.uk, dengan beberapa penambahan dan pengurangan materi oleh penulis.
Sumber foto : pixabay.com

Senin, 23 November 2015

14 Cara Membunuh Waktu saat Terjebak di Tenda karena Hujan


Musim kemarau panjang yang sangat melelahkan akhirnya usai sudah, berganti dengan musim hujan yang membawa kesegaran . Langit cerah perlahan mulai tertutup awan mendung, udara panas mulai berubah jadi dingin, tanah yang kering dan berdebu kini perlahan basah dan menjadi becek, bahaya kebakaran yang sebelumnya telah memakan banyak korban, kini berganti dengan bahaya cuca ekstrim yang juga berbahaya.

Apapun musimnya, bagaimanapun keadaannya, bagi para petualang, hasrat untuk mendaki gunung tetap selalu menggebu. Musim yang telah berganti bukan berarti meniadakan ancaman dan bahaya, melainkan hanya menggantikan satu jenis bahaya dengan bahaya lain yang tak kalah mengancam.

Mendaki di musim hujan akan sangat berbeda dengan musim kemarau. Jika di musim kemarau lalu kita bebas beraktivitas di luar, saat musim penghujan datang, biasanya pergerakan kita jadi cukup terbatas, tak jarang hujan yang lebat dan tak cepat reda membuat kita terjebak dalam tenda selama berjam-jam lamanya.

Terjebak dalam tenda yang begitu sempit dan pengap selama berjam-jam tentunya bakal sangat membosankan, berikut ini ada beragam cara yang bisa dilakukan untuk membunuh waktu saat kita terpaksa mendekam dalam tenda.

Membaca buku, koran atau majalah

Kebanyakan travelers dari negara maju kerap mengisi waktu luang di tengah perjalanan dengan membaca buku. Bepergian kemanapun, buku nampaknya selalu jadi bawaan wajib mereka. Nah bagaimana dengan traveler Indonesia? Rasanya masih sangat jarang yang melakukan hal yang sama, termasuk saya sendiri.

Karena cukup berat, dan takut basah dan rusak saat kehujanan di jalan, membawa buku bacaan saat pergi mendaki menjadi hal yang jarang saya lakukan. Padahal membawa buku saat mendaki bisa membawa banyak manfaat lho, terutama saat mendaki di musim hujan.

Membaca buku bisa jadi salah satu cara paling efektif untuk mengusir rasa bosan saat terjebak di dalam tenda dalam waktu yang lama. Jika tak suka membaca buku-buku tebal dengan bacaan yang berat, Koran atau majalah bisa jadi alternative pilihan.

Menulis catatan perjalanan

Sejak punya blog, menuliskan berbagai detail penting dan cerita pengalaman menarik selama melakukan pendakian menjadi salah satu hal yang rutin saya lakukan di tengah perjalanan. Hal ini juga bisa jadi cara ampuh untuk membunuh waktu saat terjebak dalam tenda di tengah hujan.

Berbagi cerita dengan teman

Menurut penelitian para ahli, kebanyakan orang Indonesia sangat suka mengobrol. Berbagi pengalaman cerita pendakian, curhat permasalahan hidup, atau sekadar ngobrol ngalor ngidul dengan topic yang tak jelas bisa sangat menyenangkan untuk dilakukan saat menunggu hujan yang tak kunjung reda.

Mendengarkan musik favorit

Siapa yang tak suka musik, rasanya hampir setiap orang normal pasti suka mendengarkan musik. Sebelum pergi mendaki, isilah gadgetmu dengan daftar lagu-lagu favorit, jangan lupa untuk membawa power bank sebagai cadangan daya.

Bermain kartu

Tak ada salahnya untuk membawa kartu remi atau domino saat pergi mendaki. Bermain kartu bisa jadi hal menyenangkan untuk dilakukan bersama teman saat harus berdiam diri berlama-lama di dalam tenda.

Bermain ular tangga atau monopoly

Membawa permainan ular tangga apalagi monopoly yang cukup ribet saat pergi mendaki rasanya tidak lazim dilakukan, tapi bisa jadi sangat berguna, apalagi saat pergi mendaki di musim hujan. Jika tak mau ribet membawa peralatan permainan yang sungguhan, opsi lainnya bisa dengan mengunduh aplikasi permainan ini ke dalam gadget.

Nonton film

Beruntunglah kita hidup di jaman yang serba mudah seperti sekarang, dengan gadget yang semakin canggih, menonton fim bisa dilakukan dimanapun, termasuk saat berkemah di alam liar. Namun, menonton film dari gadget tentunya bakal sangat menguras daya, jadi kita perlu membawa banyak cadangan stock powerbank.

Bermain tebak-tebakan

Saat kecil dulu, bermain tebak-tebakan adalah permainan favorit. Cara ini bisa jadi permainan yang menghibur untuk mengusir rasa bosan saat berkemah di musim hujan.

Bermain gamebot, gameboy, PSP atau game smartphone

Jaman sekarang, dengan anak-anak mudanya yang kekinian, permainan sederhana dalam gamebot atau gameboy mungkin sudah tak menarik lagi, alternatifnya bisa membawa Playstation Portable (PSP) atau mengisi smartphone dengan game-game seru yang bisa dimainkan secara offline.

Belajar ilmu mendaki, P3K, dan Survival

Daripada mengisi waktu dengan hal-hal yang kurang bermanfaat, belajar tentang berbagai ilmu yang berguna untuk para petualang bisa jadi pilihan yang cerdas. Tak perlu membawa buku-buku panduan, kini semuanya sudah semakin mudah, cukup unduh saja berbagai aplikasi berguna seperti panduan mendaki, PMI first aid, atau SAS survival guide dari playstore.

Masak ceria

Memasak dalam tenda sebenarnya cukup berbahaya juga, karena sangat rentan dengan resiko kecelakaan yang bisa membakar seluruh tenda. Namun jika tenda kamu punya bagian depan yang berfungsi sebagai teras, memasak bisa dilakukan dengan cukup aman. Bagi kamu yang suka memasak dan makan, hal ini tentunya bisa jadi cara paling menyenangkan untuk membunuh waktu.

Makan cemilan

Untuk melakukan cara satu ini, kamu perlu bersiap-siap dengan membawa banyak stok makanan ringan.

Membuat rencana kegiatan untuk dilakukan

Bagi sebagian orang, menyusun rencana-rencana untuk masa depan adalah kegiatan yang sangat seru untuk dilakukan. Membuat rencana kegiatan untuk dilakukan setelah nanti hujan reda, atau daftar acara untuk besok bisa dilakukan sambil berdiskusi bersama teman.

Bobo cantik dalam balutan kantong tidur

Jika tak ada hal lain yang bisa dilakukan, pilihan terakhirnya ya bobo cantik dalam hangatnya sleeping bag. Anggap saja kamu adalah seekor beruang yang sedang berhibernasi di tengah musim dingin yang panjang.


Minggu, 15 November 2015

6 Pelajaran Berharga Saat Tersesat di Gunung Sawal

Sudah 5 putaran burung itu terbang tepat di atas posisi kami. Tubuhnya kekar, bentangan sayapnya lebar, dilihat dari jarak sedekat ini, elang memang benar –benar salah satu jenis burung yang paling menawan.

Pemandangan langka ini menjadi penghibur  berharga ditengah kelelahan fisik dan mental yang tengah kami alami kala menapaki punggungan bukit di kawasan Gunung Sawal yang masih liar.

Perjalanan ini benar-benar berat, liarnya belantara Gunung Sawal sukses menelanjangi kebodohan dan keteledoran kami, para pendaki pemula yang coba menjelajahi alam liar tanpa persiapan matang.

Meski demikian, jika direnungkan dengan lebih dalam, perjalanan ini juga memberi banyak pelajaran teramat berharga bagi saya.

1. Ketinggian gunung tak selalu mencerminkan tingkat kesulitan yang ada


Jika dilihat dari ketinggian, Gunung Sawal yang tengah kami jelajahi jelas tak ada apa-apanya dibanding Cikuray, Gede, Pangrango, apalagi Ciremai yang berdiri gagah sebagai atap tertinggi Jawa Barat. Sawal, sebuah pegunungan dengan titik tertinggi yang’ hanya’ 1.764 mdpl, dan puncak Bongkok yang kami tuju, berada pada ketinggian sekitar 1.400-an mdpl saja.

Namun ternyata ketinggian tak selalu mencerminkan tingkat kesulitan. Medan naik turun, vegetasi hutan yang masih sangat lebat, serta tak adanya jalur pendakian resmi merupakan sebagian rintangan yang harus dihadapi di gunung ini. Berkali-kali kami disesatkan dengan jalur bercabang, bahkan sempat pula terjebak di jalur milik babi hutan. Suara-suara hewan liar di kejauhan, serta perubahan cuaca yang tak dapat diprediksi menambah ketakutan di hati.

Dari beberapa gunung tinggi yang pernah didaki, gunung setinggi kurang dari 2.000 mdpl ini benar-benar mengajarkan saya tentang pentingnya menjaga ‘rasa rendah hati’ saat mendaki. Ia seperti mengingatkan: “jika meremehkan alam, alam tak akan segan pada kita”.

2. Mengenali gunung yang akan dituju wajib dilakukan dengan serius!


Saat berencana mendaki gunung ini, kami tidak banyak melakukan cukup riset dan observasi karakteristik serta medan gunung ini. Kami teledor karena menganggap telah mengenal gunung ini hanya karena sering berkemah di kaki-kakinya. Alhasil, setelah benar-benar melakukan penjelajahan, dan masuk ke tengah belantaranya, kami baru sadar ternyata kami sama sekali tak mengenal medan dan karakteristik gunung Sawal yang sebenarnya!

3. Aura khas hutan belantara yang sangat mengintimidasi


Di awal-awal perjalanan, medan yang kami temui masih berupa hutan pinus dan tanaman perdu, saat itu suasana masih terasa sangat kondusif, saya dan kawan-kawan masih melangkah dengan enteng dan percaya diri. Namun setelah mulai masuk hutan belantara, tiba-tiba suasana langsung berubah drastis.

Tanah lembab khas lantai hutan yang jarang terkena sinar mentari, pepohonan besar yang gagah berdiri di kanan kiri jalur, serta suara-suara binatang liar di kejauhan entah kenapa terasa sangat mengintimidasi, membikin nyali saya tiba-tiba menciut. Adrenalin mulai terpacu seiring rasa waswas dan takut yang mulai menjalar ke seluruh tubuh. Sejak itu, langkah kami menjadi semakin hati-hati, saya yang kebagian jalan paling depan segera mengeluarkan pisau tebas sebagai alat untuk membuka jalur sekaligus senjata jika tiba-tiba harus berhadapan dengan hewan liar.

Sebenarnya di gunung-gunung lain yang pernah didaki, medan hutan belantara sudah biasa saya temui, namun rasanya baru kali ini saya benar-benar terintimidasi. Entah apa alasannya, mungkin karena hutan di gunung ini sangat jarang dilewati manusia, mungkin juga karena saat itu hanya ada kami berlima saja di tengah-tengah belantara yang luas.

4. Peralatan dan ilmu navigasi mutlak diperlukan oleh setiap pendaki


Sering mendaki di gunung-gunung yang punya jalur resmi membuat saya terlena hingga melupakan skill dasar yang penting untuk dikuasai para pendaki, yakni ilmu medan peta kompas (IMPK) alias navigasi darat.

Di gunung ini, saya menyadari betapa pentingnya ilmu navigasi darat bagi setiap pendaki. Tanpa kemampuan navigasi, peta dan alat pendukung lainnya, berkali-kali saya dan kawan-kawan kehilangan arah dan disesatkan oleh jalur yang tak jelas dan bercabang.

Beruntung kami masih bisa keluar dari situasi tersesat tersebut dan selamat sampai pulang kembali ke rumah, coba kalau kemungkinan terburuk yang terjadi, saya pasti mati konyol gara-gara meremehkan ilmu navigasi darat yang seharusnya wajib dikuasai.

5. Mendaki gunung bukan cuma soal fisik, tapi juga mental


Selain karena kurangnya persiapan soal navigasi, faktor lain yang membuat ‘gagal’ di pendakian kali ini adalah lemahnya mental yang kami miliki.

Tak ada jalur resmi, kondisi medan yang menyulitkan, dan berkali-kali tersesat hilang arah jelas-jelas telah sukses membuat mental kami drop sampai titik paling rendah. Saat mental sudah melemah, rasa panik dan takut mulai datang, semangat pun perlahan hilang. Saat itu, tak ada keinginan apapun selain ingin segera bisa menemukan jalan pulang dan kembali dengan selamat.

6. Setiap perjalanan selalu bisa memberikan pelajaran


Cerita perjalanan ini memang bukan cerita dramatis tantang perjuangan antara hidup dan mati seperti dalam film-film, namun perjalanan ini telah memberikan banyak pengalaman baru yang sangat berguna untuk jadi bahan pembelajaran. Setelah melakukan perjalanan ini, saya jadi sadar tentang pentingnya menguasai ilmu navigasi darat, saya merasa diingatkan untuk tidak sombong dan meremehkan gunung manapun yang akan dituju, saya juga belajar untuk melatih mental agar menjadi lebih tangguh dan kuat untuk menghadapi setiap tantangan dan bahaya yang sewaktu-waktu datang menghadang.


Kamis, 12 November 2015

Tips Mendaki di Musim Hujan [Infografis]

Sebenarnya tulisan tentang tips mendaki saat musim hujan sudah pernah saya buat, namun tips tersebut dibuat dalam narasi yang cukup panjang dan agak bertele-tele, sehingga banyak orang yang malas untuk membacanya. Kebetulan belakangan ini, saya sedang ingin belajar membuat infografis, dan akhirnya saya coba merangkum tulisan tips mendaki di musim hujan tersebut kedalam sebuah gambar infografis. Semoga dengan ini, kawan-kawan yang agak malas untuk membaca tulisan yang panjang dan bertele-tele bisa terbantu.

klik untuk memperbesar gambar
Mohon maaf jika tampilannya kurang menarik, maklum saja saya baru belajar, hehe. Semoga bermanfaat, salam lestari!

Selasa, 10 November 2015

Pendakian Gunung Leuser Lawalata IPB [Video]

foto dari belantaraindonesia.org
Mendaki gunung di pulau Sumatera - yang alamnya terkenal masih sangat liar - selalu menjadi impian saya. Namun apa daya, karena berbagai keterbatasan yang saya miliki, hingga saat ini mimpi tersebut masih belum dapat terwujud. Untuk menghibur diri, saya cuma bisa membaca cerita-cerita perjalanan seru kawan-kawan pendaki yang sudah pernah mendaki gunung-gunung yang ada di Sumatera sana.

Di saat sedang browsing cerita-cerita pendakian gunung di Sumatera, secara kebetulan, saya bertemu dengan video keren yang satu ini di Youtube. Film pendek ini bercerita tentang pendakian Gunung Leuser yang dilakukan oleh sekelompok wanita perkasa dari tim Lawalata IPB.
Karena Alam tidak Mengenal Gender
Ekspedisi Putri Lawalata IPB 2010
Sejak judul diatas di muat di awal cerita, video pendek ini langsung berhasil menarik perhatian saya. "Gila!" Setahu saya, Gunung Leuser adalah salah satu gunung terliar dan tersulit yang ada di Indonesia. Dan mereka, para pendaki wanita yang super keren, setelah selama lebih dari 10 hari bersusah payah menghadapi segala rintangan, berhasil mendaki gunung ini hingga sampai di puncak.

Mulai dari persiapan fisik, perencanaan pendakian, persiapan perbekalan, hingga awal mula masuk belantara diceritakan lengkap dalam video ini. Mahluk-mahluk liar khas pulau Sumatera seperti Orangutan, burung-burung cantik, dan berbagai tanaman unik pun mereka temui sepanjang jalan. Dan puncaknya, setelah berjuang menghadapi cuaca buruk dan sulitnya medan, mereka akhirnya sampai juga di puncak yang diimpi-impikan. Perasaan emosional terlihat jelas dari di wajah-wajah cantik para wanita pemberani ini. Saya sebagai penonton pun ikut merasa emosional melihat perjuangan hebat yang sudah mereka lakukan. Salut untuk kakak-kakak cantik dan semua tim yang terlibat dalam pendakian ini, kalian super hebat!

Daripada penasaran, langsung tonton sendiri saja bagaimana hebatnya para petualang cantik ini menaklukkan alam liar Gunung Leuser.


Bagaimana, keren kan? Suatu hari nanti, saya juga ingin bisa merasakan bagaimana seru dan gilanya berpetualang di gunung ini. Semoga video ini bisa menjadi inspirasi juga untuk kawan-kawan semua, salam lestari!

Minggu, 08 November 2015

6 Hal Menyebalkan saat Mendaki Gunung Ciremai


Udara berdebu kerap membuat saya sulit bernafas, gelombang pendaki yang turun gunung berkali-kali memaksa saya harus menepi, rasa pegal di pundak, paha dan betis semakin menjadi, baru kali ini pendakian Gunung Ciremai terasa berat sekali.

Berkali kali saya bertanya dalam hati “Apa sebabnya pendakian kali ini terasa begitu berat?” Pikiran pun mulai me-reka ulang kejadian-kejadian dari awal masa persiapan hingga sekarang terduduk lesu berteman debu, di pinggiran jalur pendakian dekat pertigaan Apuy-Palutungan. Dan setelah dicari-cari, ternyata masalahnya ada pada suasana hati. Sejak awal perjalanan, pendakian kali ini banyak sekali memunculkan hal-hal menyebalkan yang membikin saya kurang menikmati perjalanan.

Ada beberapa hal kurang menyenangkan di Pendakian Gunung Ciremai di bulan Agustus lalu.

1. Mengantri di jalur pendakian yang terjal

foto oleh Kidung Purnama
Dimanapun dan kapanpun, mengantri adalah pekerjaan membosankan yang seringkali bikin bete dan kesel, apalagi kalau harus mengantri di jalur pendakian, beuh sudah pasti sangat menyiksa, dan di pendakian ini saya sukses merasakannya. Kaki dan pundak dijamin bakal terasa cepat pegal, apalagi seringkali ngantrinya pas di tanjakan, penderitaannya jadi terasa berkali-kali lipat.

Seperti halnya penyakit kemacetan yang sering terjadi di perkotaan, antrian saat itu pun disebabkan oleh sempitnya jalur pendakian dan jumlah pendaki yang super banyak. Maklum saat itu sedang 17-an, rencananya di puncak Gunung Ciremai akan dikibarkan bendera merah putih sepanjang 500 meter, dan sialnya 2 jalur lain sedang ditutup karena kebakaran, alhasil semua pendaki tumpah ruah memenuhi jalur Palutungan.

2. Banyak teriakan tak jelas yang mengganggu

foto oleh Septian Hadi Saputra
Saat sebuah kawasan di gunung diisi ratusan atau ribuan tenda pendaki, jangan berharap kamu bakal mendapat suasana damai nan sepi khas hutan pegunungan, yang ada hanya kebisingan seperti di pasar tumpah yang tiba-tiba memenuhi jalanan. Soal polusi suara dari banyaknya orang yang mengobrol, bercanda, atau tertawa, saya sudah maklum menerima dengan sabar dan ikhlas, karena memang resiko mendaki di musim ramai.

Nah, yang kadang bikin saya agak jengkel adalah teriakan-teriakan tak jelas yang kerap di buat beberapa orang pendaki dengan alasan yang tak bisa saya terka. Dan sialnya, ada saja pendaki lain membalas teriakan tersebut, akhirnya semakin ramailah mereka berteriak sahut-sahutan. Yang bisa saya lakukan lagi-lagi cuma bersabar.

3. Susah cari tempat untuk mendirikan tenda

foto oleh Kidung Purnama
Sedikit tips buat kawan-kawan yang mau mendaki saat musim pendakian sedang ramai, usahakan untuk berangkat se-awal mungkin, jangan terlalu santai untuk pergi belakangan, karena jika terlambat, bisa-bisa nanti tak kebagian tempat untuk berkemah.

Di pendakian ini kelompok saya hampir mengalaminya, rencana mendirikan tenda di Goa Walet batal, karena ada yang bilang Goa Walet sudah penuh. Alternatif berikutnya, ada pos Sanghyang Ropoh dan Pasanggrahan, dan ternyata penuh juga. Beruntung alam masih memberikan tempat buat kami, tiba-tiba ada seorang pendaki dari grup lain berbaik hati menunjukkan area yang cukup luas tak jauh dari shelter tempat kami beristirahat, entah siapa yang mulai membuka lahan itu. Meski bukan shelter yang biasa dijadikan tempat berkemah, namun tempat itu benar-benar sangat nyaman, kami pun akhirnya bisa berkemah di sana.

4. Bangun kesiangan bikin pendakian makin sulit


Sebelum tidur, saya bersama beberapa kawan sudah berdiskusi tentang rencana memburu sunrise di puncak. Karena tempat berkemah kami yang cukup jauh, rencananya kami akan mulai mendaki sekitar jam 3 pagi.

Sialnya saya bangun jam 7 pagi, sangat jauh dari target yang sudah direncanakan, mungkin karena efek lelah dan waktu tidur yang terlalu malam. Akhirnya perjalanan ke puncak pun baru dimulai sekitar jam setengah 9 pagi.

Di awal-awal, perjalanan ini terasa cukup menyenangkan dengan jalur pendakian yang kosong melompong saat kami lewati. Berikutnya, setelah lewat pos Sanghyang Ropoh, memasuki jalur yang mulai berdebu, tiba-tiba muncul segerombolan pendaki yang turun dari puncak, kami yang sedang naik harus berbaik hati mengalah untuk memberi mereka jalur.

Setelah rombongan kecil tersebut lewat, kami lanjut berjalanan, hingga tak lama kemudian, ada lagi rombongan lain yang muncul dari atas, kali ini jumlahnya banyak, kami terpaksa kembali menepi untuk waktu yang cukup lama. Berikutnya, rombongan yang turun malah semakin banyak karena ternyata kami naik berbarengan dengan ribuan pendaki yang sedang turun dari puncak, kami harus melawan arus. Pendakian jadi semakin sulit dan melelahkan cuma gara-gara bangun kesiangan, rezeki saya benar-benar sudah keburu dipatok ayam.

5. Debu dan adegan romantis pasangan pendaki yang sangat menyiksa


Menggunakan buff sebagai masker malah membuat saya sulit bernafas, sedangkan jika dibuka, lubang  hidung sudah pasti akan banyak menghisap debu yang bercampur dengan udara, serba salah jadinya. Tanjakan setan menuju puncak Gunung Ciremai kali ini harus saya lalui dengan susah payah, gelombang pendaki yang turun, kondisi tanjakan terjal yang semakin parah, udara yang semakin minim oksigen, serta lautan debu yang berterbangan menjadi kombinasi rintangan yang benar-benar sukses bikin saya geleng-geleng kepala.

Saat sedang kepayahan menapaki tanjakan demi tanjakan, saat tarikan napas mulai terasa semakin berat, rasa pegal di paha, betis dan punggung juga sudah mulai terasa semakin menyiksa, eh tiba-tiba di pinggiran jalur, terlihat pemandangan adegan romantis khas FTV yang diperankan 2 sejoli pendaki. Dan pemandangan ini bukan sekali dua kali saya lihat, tapi 4 kali!

Beginilah susahnya jadi pendaki jomblo, sudah cukup kepayahan dihajar kondisi pendakian yang menyulitkan, harus ditambah dihajar perasaan makan hati pula, lengkap sudah penderitaan di cerita kali ini.

6. Kurang  puas menikmati puncak gara-gara asap kebakaran


Meski tak seindah pemandangan pagi hari, puncak Gunung Ciremai kala itu masih menyisakan sebaris lautan awan yang cukup mempesona untuk dipandang berlama-lama. Pemandangan langit bersih dengan gradasi warna biru muda yang semakin ke atas semakin menua, benar-benar sukses menyejukkan hati sedang gundah gulana. Hembusan angin yang cukup kencang memberi efek relaksasi yang menenangkan pikiran.

Namun tak lama berselang, tiba-tiba, di belakang saya, jauh di seberang kawah Ciremai yang sangat lebar, asap berwarna putih sedikit kecokelatan muncul ke permukaan, menimbulkan rasa ngeri bercampur kepanikan yang mengganggu pikiran. Bagi saya, dari semua ancaraman bahaya yang bisa dihadapi saat mendaki, kebakaran adalah momok paling menakutkan. Seketika nyali saya ciut, saya panik ingin segera turun, beruntung ada om Enda, seorang kawan pendaki tua yang sudah sering mendaki Ciremai lebih dari 50 kali, ia berbagi cerita pengalaman menghadapi kebakaran Ciremai, dan memberikan sedikit wejangan yang berhasil menenangkan saya.

Sebenarnya saya masih ingin menikmati suasana puncak lebih lama lagi, namun apa boleh buat, keselamatan harus selalu diutamakan, segera turun untuk menuju ke tempat aman adalah pilihan paling bijak untuk dilakukan.


Jumat, 06 November 2015

Tips Hammocking ala Penikmat Alam Bertanggungjawab

foto dari pixabay.com
Belakangan ini, berbagai aktivitas alam bebas seperti mendaki gunung, panjat tebing, berkemah, dsb. sedang menjadi tren di kalangan anak muda. Salah satu kegiatan yang sedang sangat hits dilakukan oleh para penggiat alam bebas adalah hammocking. Dibandingkan cara berkemah dengan mendirikan tenda, hammocking jelas lebih ramah lingkungan. Saat melakukan hammocking, kita tidak perlu merusak vegetasi untuk membuat shelter, kita juga tidak perlu meratakan dan membersihkan permukaan tanah sekitar yang lazim dilakukan saat hendak mendirikan tenda, sehingga efek perubahan yang kita perbuat terhadap lingkungan alam bebas juga bisa lebih diminimalisir.

Namun, jika tidak dilakukan dengan cara-cara yang bertanggungjawab, hammocking juga bisa sangat merusak lingkungan, untuk menghindari efek buruk yang bisa terjadi, kamu bisa baca tips hammocking berikut ini.

Jangan merusak pohon

Gunakan tali yang tidak merusak kulit kayu pada pohon yang kita gunakan sebagai tambatan. Tali webbing berbahan nylon atau polyester cukup bagus dan ramah terhadap pohon. Jangan sekali-kali menancapkan paku, skrup atau apapun pada pohon.

Dirikan hammock agak jauh dari sumber air

Daerah sekitar sumber air biasanya merupakan tempat tumbuhnya berbagai tanaman unik yang memiliki peran penting terhadap keseimbangan ekosistem, maka dari itu, demi meminimalisir kerusakan, pasanglah hammock agak jauh dari sumber air, minimal sejauh 50 meter.

Jika tersedia, pasang hammock di tempat khusus untuk perkemahan

Hindari membuat tempat baru, apalagi sampai harus merusak vegetasi. Sebisa mungkin cari tempat yang memang biasa digunakan untuk kegiatan berkemah. Jika kamu akan hammocking dengan grup yang berisi banyak orang, jangan tempatkan semua orang pada satu lokasi, lebih baik dibagi-bagi. Berkegiatan dengan banyak orang dalam satu lokasi seringkali memberi dampak besar pada kerusakan lingkungan alam sekitar.

Hindari memasang hammock pada pohon mati

Meski terlihat masih kokoh, pohon mati tetaplah pohon mati, sewaktu-waktu mereka bisa tumbang dan membahayakan keselamatan kamu. Maka dari itu, pastikan pohon yang kamu pilih sebagai tambatan adalah pohon yang kuat dan masih hidup. Setelah menemukan pohon yang tepat, lihat juga area sekitar, pastikan tidak ada pohon tua atau mati yang rentan tumbang.

Bertanya dulu pada petugas

Jangan nyelonong dan langsung pasang hammock begitu saja, lebih baik kamu tanya dulu pada petugas pengelola taman, apakah memasang hammock diperbolehkan atau tidak. Jadilah penggiat alam bebas yang bertanggungjawab, jangan seenaknya melanggar aturan yang berlaku.

Cek pohon yang dipilih sebelum memasang hammock

Jika kamu sudah menemukan 2 pohon yang tepat untuk memasang hammock, lebih baik cek terlebih dahulu pohon tersebut dengan lebih teliti, siapa tahu di pohon tersebut ada tanaman berbahaya atau sarang binatang seperti semut atau lebah.

Jangan pasang hammock terlalu tinggi

Demi keamanan dan menghindari kecelakaan fatal, lebih baik jangan pasang hammock terlalu tinggi, apalagi jika kamu berniat tidur di hammock tersebut.

Sebisa mungkin jangan tinggalkan jejak

Sebelum pulang, bereskan dan bawa kembali semua barang, dan pastikan tak ada yang tertinggal. Bawa semua sampah yang dihasilkan, dan sebisa mungkin tinggalkan tempat tersebut dalam kondisi seperti sediakala sebelum kamu datang dan beraktivitas disana.

Itulah sedikit tips yang bisa saya bagikan untuk kamu para pecinta hammocking. Semoga dapat bermanfaat, salam lestari!

Kamis, 05 November 2015

Tips Berkemah di Alam Bebas

foto dari unsplash.com
Pusing dengan berbagai permasalahan hidup, sumpek dengan kehidupan kota yang semakin ramai, atau stress dengan tuntutan pekerjaan yang semakin berat, cobalah untuk sesekali melarikan diri dengan pergi berkemah di alam liar. Ada banyak sekali manfaat dan keseruan yang bisa kamu peroleh saat berkemah di alam bebas, cobalah dan rasakan sendiri sensasinya.

Tapi sebelum pergi berkemah, coba baca dulu beberapa tips di bawah ini, sebagai bekal agar menjadi penikmat alam bebas yang bertanggungjawab.

Apa Saja yang Harus Dibawa?

Saat akan berkemah di alam liar, cobalah untuk hanya membawa barang-barang penting yang benar-benar kamu butuhkan. Kesalahan yang sering dilakukan, khususnya oleh mereka yang masih pemula adalah membawa terlalu banyak barang yang fungsinya tak terlalu penting. Pikirkan dengan baik fungsi setiap barang yang akan kamu bawa, jika barang tersebut tak terlalu kamu butuhkan, lebih baik simpan di rumah, agar beban yang kamu bawa bisa lebih ringan.
Berikut beberapa peralatan penting yang harus dibawa :
  1. Tenda
  2. Sleeping Bag
  3. Matras untuk alas tidur
  4. Peralatan Memasak
  5. Makanan
  6. Tempat menyimpan air (bisa botol, kompan, dll)
  7. Alat Penerangan (senter, headlamp, lilin, dll)
  8. Peralatan Keselamatan (P3K dan survival kit)
  9. Ransel atau Keril (kapasitas 40-60 liter)

Catatan : Jika kamu punya budget lebih untuk membeli peralatan, cobalah untuk memilih peralatan ultralight, agar beban yang harus dibawa menjadi lebih ringan.

Dimanakah Tempat yang Tepat untuk Mendirikan Tenda?

Karena saat berkemah kamu pasti perlu banyak air untuk kebutuhan memasak dan lain sebagainya, jika memungkinkan, dirikanlah tenda tak jauh dari sumber air (kurang lebih 50-100 meter).Kemudian  cari tempat yang punya permukaan tanah datar dan kering. Perhatikan juga keadaan sekitar, jauhi tempat-tempat yang berpotensi menimbulkan bahaya, seperti pohon besar yang rapuh, tebing dengan batuan yang mudah lepas, jalur aliran air banjir, dan lain sebagainya.
Faktor cuaca juga harus diperhatikan, jika angin sedang bertiup kencang, jangan mendirikan tenda di tempat yang sangat terbuka, lebih baik cari tempat yang dikelilingi vegetasi pepohonan agar terlindung dari hembusan angin secara langsung.

Jika tidak ingin terganggu oleh suara-suara bising pendaki lain, jika memungkinkan, cari tempat yang agak jauh dari shelter yang ramai dipakai pendaki lain. Jika terpaksa mendirikan tenda di tempat ramai, beri jarak yang nyaman antara tenda yang kamu dirikan dengan tenda pendaki lain.

Apa Saja Hal yang Tidak Boleh Dilakukan?

Selalu ingat prinsip untuk tidak meninggalkan jejak. Jika tidak mendesak, jangan merusak vegetasi pepohonan untuk sekedar membuat shelter baru, usahakan untuk mendirikan tenda di shelter yang memang biasa digunakan untuk berkemah. Jangan buang hajat di sekitar sumber air, jalur pendakian, dan area berkemah, cari semak-semak yang tersembunyi dan aman yang posisinya agak jauh dari tempat-tempat tersebut.

Catatan : Buanglah kotoranmu dengan benar, caranya gali lubang sedalam kurang lebih 30 cm, kemudian isi dengan kotoran, lalu kubur dengan rapi, dan terakhir beri tanda agar orang lain tau area tersebut sudah terisi harta karun. Jangan dibuang sembarangan ya, kasian kalo ada yang tak sengaja menginjak.

Dan terakhir jangan lakukan perbuatan-perbuatan konyol yang tak bertanggungjawab, seperti meninggalkan sampah seenaknya, merusak fasilitas-fasilitas yang ada, melakukan tidakan vandalism alias curat coret di bebatuan, pepohonan, atau apapun yang ada di alam liar.

Bolehkah Membuat Api Unggun?

Jika kamu sudah membawa kompor lapangan untuk memasak, seharusnya kamu tidak butuh untuk membuat api unggun. Tapi jika memang keadaannya terpaksa, atau kamu termasuk tipe orang yang kalau berkemah harus selalu ada api unggun, coba saja tanyakan kepada petugas pengelola, apakah di area tersebut diperbolehkan membuat api unggun atau tidak. Jika tidak, ya jangan memaksa melanggar, dan jika boleh, bertanggungjawablah terhadap api yang kamu buat, jangan sampai menimbulkan kebakaran yang bisa membahayakan banyak orang.
(Selengkapnya tentang keamanan membuat api unggun, bisa dibaca di tulisan “Tips Membuat Api Unggun saat Pendakian.”)