Jumat, 20 Mei 2016

Menikmati Akhir Pekan di Timur Purwakarta


Traveler Istimewa - PARIWISATA di Purwakarta terus menggeliat. Setelah Taman Sri Baduga yang mampu menyedot ribuan masyarakat setiap minggunya, ada destinasi yang bisa dikunjungi para traveler ke Purwakarta, yaitu kawasan wisata dikaki Gunung Burangrang yang meliputi Kecamatan Wanayasa dan Kiara pedes yang berada disebelah timur dari pusat kota Purwakarta.

Traveler bisa merasakan sensasi berbeda ketika berakhir pekan ke Wanayasa, disana ada beberapa destinasi wisata yang wajib dikunjungi.

Mata air cibulakan dan mata air loji bisa dinikmati masyarakat untuk berakhir pekan, disana ada mata air yang jernih bahkan traveler bisa berenang, bahkan karena kejernihannya bisa dijadikan spot untuk foto dibawah air yang tentu akan menjadi sensasi tersendiri.

Air Mata Cibulakan berada tepat dekat alun - alun wanayasa, selain itu ada alternatif lain yaitu mata air loji yang berada di kecamatan Kiarapedes mata air ini hampir sama bahkan dasar mata air bisa dilihat dengan mata telanjang.

Bagi traveler yang hobi main disungai ada aliran sungai Cidomas, bahkan uniknya aliran sungai ini terkadang suka berubah warna bahkan aliran sungai ini memiliki mata air yang terus mengalir, aliran Sungai Cidomas di Desa Garokgek Kecamatan Kiarapedes yang sama-sama di kaki Gunung Burangrang juga bisa jadi referensi wisata. Lokasinya berada di perbatasan Kabupaten Purwakarta dan Subang.

Bagi yang hobi camping traveler bisa merasakan perkemahan Bumi Panyawangan di Desa Pusakamulya Kecamatan Kiarapedes. Pohon pinus menjulang tinggi dengan kesejukkan udara gunung bisa melepas penat para warga kota. Ditambah lagi, jalur tracking menuju Gua Jepang dan dua air terjun di kawasan itu yang bisa dijadikan alternatif baik menguji adrenalin dan kesejukan cuaca disana.

Kawasan wisata tersebut dikelola oleh warga setempat dan perum perhutani  yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).
Selain wisata alam, ada juga hasil karya seni pelukis MK Lesmana, yang lokasinya masih berada di Desa Garokgek, bahkan kediamannya bak sebuah museum, dimana terpajang 2500 koleksi lukisan yang terpajang.


Selain wisata alam, tidak lengkap dengan kuliner, salah satunya sentra kuliner Sate Maranggi yang memiliki citra rasa berbeda dengan sate maranggi lainnya di Kabupaten Purwakarta, bahkan sambil menikmati sate maranggi traveler juga akan disuguhi pemandangan cantik dari situ wanayasa yang sudah menjadi ciri khas kecamatan yang menjadi salah satu penghasil manggis tersebut.

Sumber : www.headlinejabar.com
Rabu, 04 Mei 2016

Selalu Ada Pelangi

Traveler Istimewa - Ada yang ingat asal-usul terjadinya pelangi? Bagaimana mungkin seusai hujan yang dimuntahkan awan lantas terbentuk lengkung serupa busur terdiri atas tujuh warna? Tentu ada teori tentang terjadinya pelangi yang berhasil dirumuskan oleh mereka yang pintar. Namun yang kuingat dari cerita masa sekolah mingguku dulu, pelangi timbul pertama kali usai hujan berkepanjangan yang menimpa dunia masa Nabi Nuh. Kala Sang Penguasa memilih untuk membentuk ulang bumi ini dengan memusnahkan seluruh penghuninya, terkecuali orang-orang pilihannya; keluarga Nabi Nuh beserta satwa sepasang dari tiap jenis. Lalu, setelah hari yang ditentukan usai, Tuhan membuat tanda perjanjian bahwa peristiwa serupa itu tak akan terjadi lagi. Dan materai perjanjian itu diwujudkan lewat hal yang indah. Merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Pelangi.

Maka terciptalah suatu kebiasaan, bahwa sehabis hujan akan muncul sebusur pelangi. Sayangnya, aku tak selalu beruntung. Sering, usai hujan, aku akan terpaku menatapi sudut langit-langit—ya, seolah-olah langit memiliki sudut saja—dan berharap akan dapat melihat warna-warna indah itu. Tidak, aku tak selalu menjumpainya. Hingga aku lupa untuk mencarinya, dan terkadang tahu-tahu dia menampakkan dirinya sendiri. Kadang kutatapi dengan takjub, kadang aku memandang sambil lalu.

Hari itu, katakanlah, aku sedang beruntung. Bagaimana tidak, aku dapat mencapai Selebes[1] hanya dengan tiket penerbangan seharga kurang dari seratus lima puluh ribu rupiah, pulang-pergi! Berkat merespons cepat pada penawaran promo sebuah maskapai penerbangan yang baru membuka rute Jakarta-Makassar, aku mendapatkannya. Cita-citaku untuk menjejak setiap pulau besar di negeri ini terwujud selangkah lagi. Kalimantan sudah terwujud kala mengunjungi Balikpapan di tahun 2012, lalu Sumatra di awal tahun 2013 dengan mengunjungi beberapa kota di Provinsi Sumatra Barat. Dan kini, Juni 2013, Pulau Sulawesi akhirnya kujumpai. Sebuah keberuntungan yang menuju pada keberuntungan lain. Menjumpainya.:)

Ada beberapa tempat yang kusinggahi kala berada di ibu kota Sulawesi Selatan. Dan salah satunya, adalah Fort Rotterdam. Kawasan bersejarah yang namanya memiliki nuansa negara yang pernah menjajah Indonesia selama tiga setengah abad. Menjumpai bangunan-bangunan tua sebagai salah satu warisan sejarah Kesultanan Gowa, dengan area nan sejuk karena pepohonan yang menaungi. Karena sendiri saja, maka aku memiliki waktu bebasku sendiri di sini. Asyik memotreti bangunan-bangunan yang mengelilingiku, pun mengabadikan tanaman-tanaman yang tertata asri. Saking asyiknya, hingga aku baru menyadari ada tetesan tipis menghampiri ragaku. Hujan. Aku bergegas, berteduh di bawah atap bangunan, di salah satu sudut. Aku melirik jam tangan sambil berharap hujan tak akan terlalu deras dan tidak lama, karena aku memiliki janji bersama beberapa kawan yang akan mengiringi perjalananku selama empat hari ke depan.

Dan sembari menunggu kepastian alam berpihak padaku, mataku mengedari kawasan tua nan terawat ini. Sejarah berkaitan erat dengan kenangan. Faktanya, benteng ini merupakan benteng paling megah di antara tujuh belas benteng yang dimiliki Sultan Gowa pada abad ketujuh belas. Benteng yang dibangun pada tahun 1545 ini pernah hancur karena penyerangan tentara Belanda. Mereka yang menghancurkan, mereka pulalah yang membangunnya kembali. Makanya namanya kemudian menjadi Fort Rotterdam. Pada awalnya, tentu tak begitu. Benteng Jumpandang, demikian nama asli benteng ini kala dibangun pertama kali oleh Kesultanan Gowa.

Selalu ada pengharapan usai keputusasaan. Selalu ada penghiburan usai kedukaan. Dan aku tersenyum kala Tuhan mengabulkan harapku. Hujan berhenti, karena ketika kutengadahkan tanganku untuk memastikan, rintik itu hampir tak terasa. Merasa tak mau menyiakan waktu, aku kembali melangkah, kali ini lebih masuk ke area belakang kawasan yang menjadi kebanggaan warga Makassar ini. Mungkin karena jalanan aspal yang menanjak, atau beban yang ditanggung punggungku karena menyangga ransel besar berukuran lima puluh liter; aku pun mulai terengah. Dengan napas yang tak seprima sebelumnya, aku berhenti, melepas beban itu dan membiarkannya di aspal, lalu kuletakkan tubuhku sendiri di sebuah dudukan. Menengadah dan, Puji Tuhan, sungguh aku beruntung hari ini! Di sana kulihat lengkung warna-warni itu. Meski tidak tebal benar penampakannya, tipis, tapi cukup jelas terlihat. Hei, tak hanya doaku terkabul karena telah sampai di pulau indah ini tanpa merogoh kantong terlalu dalam, juga cuaca yang bersahabat, tetapi bonus yang ada jauh di atas kepalaku ini sungguh membuatku terhibur!

“Sungguhkah? Haa!”

Aku bergumam sendiri. Tak mengapa, karena tak ada pengunjung lain di dekatku saat itu. Mataku terus kukedipkan, sekadar memastikan. Namun busur warna-warni itu masih nyata di atas sana.

Sumber >> Net

Selasa, 03 Mei 2016

Jalan-Jalan, Menulis Lalu di Bayar


Traveler Istimewa - It sounds like a great idea, right? Dan itu yang terlintas di kepala saya beberapa lama setelah saya menyadari ketertarikan saya terhadap dunia traveling. Lalu apakah saya bisa melakukannya dengan mudah? Ah, pastinya tidak. Saya sempat bertanya kepada kawan saya yang seorang travel writer, bagaimana sih caranya mengirim artikel tentang traveling ? Media cetak mana saja yang sekiranya mau memuat tulisan tentang traveling? Lalu kawan saya ini menuliskan nama beberapa majalah.

Tapi lagi-lagi tidak semudah itu. Saya masih belum memiliki keberanian untuk mengirimkan hasil tulisan perjalanan saya. Pertama, jam terbang saya dalam bepergian masih tidak banyak. Kedua, foto-foto yang saya miliki juga tampaknya tidak terlalu bagus untuk dimuat di dalam majalah. Ah, saya pikir nanti-nanti sajalah. Jika kesempatan itu datang dan saya siap, saya akan menjemputnya!

Adalah Adam dan Susan, pasangan traveler yang menawarkan peluang itu melalui media sosial. Awalnya, saya heran difollow oleh akun twitter @PergiDulu. Ketika melihat hubungan pertemanannya, ternyata mereka adalah follower dari akun @DuaRansel, pasangan traveler yang lebih dulu saya ikuti lini masanya. Karena berkaitan dengan traveling, lalu sayapun memfollow @PergiDulu juga.

Suatu hari, mereka menulis lewat akun twitter mereka, kalau mereka mencari orang yang tertarik untuk menulis di web mereka, dan dibayar. Ya benar, dibayar! Sayapun segera menyambar tawaran itu dengan menyatakan kalau saya tertarik! Bagaimana syaratnya? Kata mereka, mereka mencari tulisan tentang traveling di Indonesia, yang tertarik dipersilakan menghubungi via email.

Saya berpikir, Indonesia? Hm .. Jujur saja, pengalaman saya jalan-jalan di Indonesia yang sekiranya bisa dituliskan sebagai review masih sedikit. Ketika saya mulai ‘serius’ traveling, tujuan pertama saya malah Singapura, lalu Kuala Lumpur, dan Bangkok. Di Indonesia sendiri, saya pernah ke Bali, Bandung, dan beberapa tempat lain, tapi rasanya sudah terlalu lama untuk diulas lagi. Saya mulai agak melupakan tawaran mereka.

Beberapa hari kemudian, mereka menanyakan via pesan langsung di twitter, apakah saya sudah mengirimkan biodata saya via email? Saya bilang belum, karena saya belum sempat. Padahal aslinya sih saya masih bingung, mau menawarkan tulisan seperti apa kepada mereka?? Di sisi lain, saya nggak mau melewatkan kesempatan ini. Saya lalu teringat, eh, bukannya Mei ini saya berencana pergi ke Balikpapan? Kunjungan pertama saya ke Pulau Kalimantan, bahkan saya sudah memesan tiketnya pulang-pergi. Ah! Saya lantas mengirimkan email kepada mereka, dan mengatakan kalau saya berencana berlibur di Balikpapan selama empat hari. Mungkin saya bisa menuliskan beberapa artikel tentang tempat-tempat yang saya kunjungi di Balikpapan ..

Adam dengan baiknya menjelaskan kepada saya, kesepakatan-kesepakatan yang akan terjalin di antara kami kalau saya setuju menulis untuk PergiDulu.com. Dia juga memberitahu saya nominal yang saya terima tiap artikel. Singkat cerita, saya menyetujuinya. Dan melalui balas berbalas email, terjadilah kesepakatan saya menulis untuk mereka.

Sepulang saya dari Balikpapan, beberapa hari setelahnya saya segera menyusun outline. Dari outline yang saya buat itu, ada sepuluh cerita yang saya ajukan. Tapi dalam perkembangannya, hanya enam cerita yang tereksekusi. Saya beruntung mengenal pasangan yang melangsungkan pernikahan di Pulau Dewata ini. Selain baik, mereka juga sabar. Saat memberikan artikel pertama, mereka memberikan input untuk tulisan saya, hal-hal apa yang perlu diperbaiki, ditambah, atau dieliminir. Mereka juga sabar mengingatkan ketika saya mulai ‘menghilang’. Maklum saja, secara saya bukan murni seorang penulis dan sebagai pekerja kantoran, saya tidak dapat lancar menulis secara mingguan. Kadang-kadang malah ketika sudah dipanggil-panggil oleh Adam, inspirasi itu datang begitu saja saat jam kantor, dan saya mulai menulis, haha –tentunya saat tidak ada kerjaan.

Untuk sementara saya cukup puas dengan enam tulisan saya yang dipublikasikan di PergiDulu.com. Saya rasa review yang saya tulis tentang tempat-tempat di Balikpapan sudah cukup informatif. Tapi untuk menyebut diri saya sebagai seorang travel writer, masih jauuuh jalannya, hahaa. Masih banyak yang harus diperbaiki dan dikembangkan dalam tulisan saya. Saya juga bersyukur punya teman yang mau memberikan waktunya untuk membaca dan mengedit tulisan saya. Saya ingat, saat menerima beberapa artikel awal, Lia -teman yang juga seorang penulis, banyak memberi komentar dan editan di sana sini. Kalimat saya terlalu panjang lah, ada penggunaan kata yang tidak tepat lah, tapi masukan-masukan ini benar-benar berguna. Namun sekitar tiga artikel terakhir, dia sudah tidak banyak berkomentar karena menurutnya sudah baik. Yippieee!! Inilah hal yang saya sukai saat saya memperoleh tawaran menulis untuk pihak lain: Ada orang lain yang menilai kelayakan tulisan saya untuk dibaca publik. Buat saya hal itu lebih berharga nilainya dibandingkan nominal uang yang saya terima.

Jadi, untuk kamu yang menyukai traveling dan juga menulis, mulailah mencoba untuk menulis perjalananmu. Pertama-tama, tuangkan di blog pribadi – seperti yang sudah saya lakukan. Selanjutnya, mulai awas dengan setiap kesempatan yang datang. Ketika kamu sudah terbiasa menulis dan kesempatan untuk menulis bagi pihak lain itu datang, setidaknya kamu sudah setengah siap. Tinggal menyiapkan diri untuk berkomitmen menulis lebih rutin, dan bersedia dikritik untuk setiap tulisan yang diajukan. Dan apalagi kalau dapat bonus berupa uang, lebih senang lagi bukan? Saya ingat beberapa hari lalu, Adam memberitahu saya tentang proses pembayaran, lalu Susan mentransfer sejumlah uang sesuai jumlah artikel yang saya kirim. Tanggal tua, dapat bayaran di luar pendapatan utama. Menyenangkan, bukan?

Happy traveling and… happy writing!! ^^

Sumber Artikel >>  http://travelerwannabe04.blogspot.co.id/