Menikmati Akhir Pekan di Timur Purwakarta
Traveler Istimewa - PARIWISATA di Purwakarta terus menggeliat. Setelah Taman Sri Baduga yang mampu menyedot ribuan masyarakat setiap minggunya, ada destinasi yang bisa dikunjungi para traveler ke Purwakarta, yaitu kawasan wisata dikaki Gunung Burangrang yang meliputi Kecamatan Wanayasa dan Kiara pedes yang berada disebelah timur dari pusat kota Purwakarta.
Traveler bisa merasakan sensasi berbeda ketika berakhir pekan ke Wanayasa, disana ada beberapa destinasi wisata yang wajib dikunjungi.
Mata air cibulakan dan mata air loji bisa dinikmati masyarakat untuk berakhir pekan, disana ada mata air yang jernih bahkan traveler bisa berenang, bahkan karena kejernihannya bisa dijadikan spot untuk foto dibawah air yang tentu akan menjadi sensasi tersendiri.
Air Mata Cibulakan berada tepat dekat alun - alun wanayasa, selain itu ada alternatif lain yaitu mata air loji yang berada di kecamatan Kiarapedes mata air ini hampir sama bahkan dasar mata air bisa dilihat dengan mata telanjang.
Bagi traveler yang hobi main disungai ada aliran sungai Cidomas, bahkan uniknya aliran sungai ini terkadang suka berubah warna bahkan aliran sungai ini memiliki mata air yang terus mengalir, aliran Sungai Cidomas di Desa Garokgek Kecamatan Kiarapedes yang sama-sama di kaki Gunung Burangrang juga bisa jadi referensi wisata. Lokasinya berada di perbatasan Kabupaten Purwakarta dan Subang.
Bagi yang hobi camping traveler bisa merasakan perkemahan Bumi Panyawangan di Desa Pusakamulya Kecamatan Kiarapedes. Pohon pinus menjulang tinggi dengan kesejukkan udara gunung bisa melepas penat para warga kota. Ditambah lagi, jalur tracking menuju Gua Jepang dan dua air terjun di kawasan itu yang bisa dijadikan alternatif baik menguji adrenalin dan kesejukan cuaca disana.
Kawasan wisata tersebut dikelola oleh warga setempat dan perum perhutani yang tergabung dalam Lembaga Masyarakat Desa Hutan (LMDH).
Selain wisata alam, ada juga hasil karya seni pelukis MK Lesmana, yang lokasinya masih berada di Desa Garokgek, bahkan kediamannya bak sebuah museum, dimana terpajang 2500 koleksi lukisan yang terpajang.
Selain wisata alam, tidak lengkap dengan kuliner, salah satunya sentra kuliner Sate Maranggi yang memiliki citra rasa berbeda dengan sate maranggi lainnya di Kabupaten Purwakarta, bahkan sambil menikmati sate maranggi traveler juga akan disuguhi pemandangan cantik dari situ wanayasa yang sudah menjadi ciri khas kecamatan yang menjadi salah satu penghasil manggis tersebut.
Sumber : www.headlinejabar.com
Selalu Ada Pelangi
Traveler Istimewa - Ada yang ingat asal-usul terjadinya pelangi? Bagaimana mungkin seusai hujan yang dimuntahkan awan lantas terbentuk lengkung serupa busur terdiri atas tujuh warna? Tentu ada teori tentang terjadinya pelangi yang berhasil dirumuskan oleh mereka yang pintar. Namun yang kuingat dari cerita masa sekolah mingguku dulu, pelangi timbul pertama kali usai hujan berkepanjangan yang menimpa dunia masa Nabi Nuh. Kala Sang Penguasa memilih untuk membentuk ulang bumi ini dengan memusnahkan seluruh penghuninya, terkecuali orang-orang pilihannya; keluarga Nabi Nuh beserta satwa sepasang dari tiap jenis. Lalu, setelah hari yang ditentukan usai, Tuhan membuat tanda perjanjian bahwa peristiwa serupa itu tak akan terjadi lagi. Dan materai perjanjian itu diwujudkan lewat hal yang indah. Merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu. Pelangi.
Maka terciptalah suatu kebiasaan, bahwa sehabis hujan akan muncul sebusur pelangi. Sayangnya, aku tak selalu beruntung. Sering, usai hujan, aku akan terpaku menatapi sudut langit-langit—ya, seolah-olah langit memiliki sudut saja—dan berharap akan dapat melihat warna-warna indah itu. Tidak, aku tak selalu menjumpainya. Hingga aku lupa untuk mencarinya, dan terkadang tahu-tahu dia menampakkan dirinya sendiri. Kadang kutatapi dengan takjub, kadang aku memandang sambil lalu.
Hari itu, katakanlah, aku sedang beruntung. Bagaimana tidak, aku dapat mencapai Selebes[1] hanya dengan tiket penerbangan seharga kurang dari seratus lima puluh ribu rupiah, pulang-pergi! Berkat merespons cepat pada penawaran promo sebuah maskapai penerbangan yang baru membuka rute Jakarta-Makassar, aku mendapatkannya. Cita-citaku untuk menjejak setiap pulau besar di negeri ini terwujud selangkah lagi. Kalimantan sudah terwujud kala mengunjungi Balikpapan di tahun 2012, lalu Sumatra di awal tahun 2013 dengan mengunjungi beberapa kota di Provinsi Sumatra Barat. Dan kini, Juni 2013, Pulau Sulawesi akhirnya kujumpai. Sebuah keberuntungan yang menuju pada keberuntungan lain. Menjumpainya.:)
Ada beberapa tempat yang kusinggahi kala berada di ibu kota Sulawesi Selatan. Dan salah satunya, adalah Fort Rotterdam. Kawasan bersejarah yang namanya memiliki nuansa negara yang pernah menjajah Indonesia selama tiga setengah abad. Menjumpai bangunan-bangunan tua sebagai salah satu warisan sejarah Kesultanan Gowa, dengan area nan sejuk karena pepohonan yang menaungi. Karena sendiri saja, maka aku memiliki waktu bebasku sendiri di sini. Asyik memotreti bangunan-bangunan yang mengelilingiku, pun mengabadikan tanaman-tanaman yang tertata asri. Saking asyiknya, hingga aku baru menyadari ada tetesan tipis menghampiri ragaku. Hujan. Aku bergegas, berteduh di bawah atap bangunan, di salah satu sudut. Aku melirik jam tangan sambil berharap hujan tak akan terlalu deras dan tidak lama, karena aku memiliki janji bersama beberapa kawan yang akan mengiringi perjalananku selama empat hari ke depan.
Dan sembari menunggu kepastian alam berpihak padaku, mataku mengedari kawasan tua nan terawat ini. Sejarah berkaitan erat dengan kenangan. Faktanya, benteng ini merupakan benteng paling megah di antara tujuh belas benteng yang dimiliki Sultan Gowa pada abad ketujuh belas. Benteng yang dibangun pada tahun 1545 ini pernah hancur karena penyerangan tentara Belanda. Mereka yang menghancurkan, mereka pulalah yang membangunnya kembali. Makanya namanya kemudian menjadi Fort Rotterdam. Pada awalnya, tentu tak begitu. Benteng Jumpandang, demikian nama asli benteng ini kala dibangun pertama kali oleh Kesultanan Gowa.
Selalu ada pengharapan usai keputusasaan. Selalu ada penghiburan usai kedukaan. Dan aku tersenyum kala Tuhan mengabulkan harapku. Hujan berhenti, karena ketika kutengadahkan tanganku untuk memastikan, rintik itu hampir tak terasa. Merasa tak mau menyiakan waktu, aku kembali melangkah, kali ini lebih masuk ke area belakang kawasan yang menjadi kebanggaan warga Makassar ini. Mungkin karena jalanan aspal yang menanjak, atau beban yang ditanggung punggungku karena menyangga ransel besar berukuran lima puluh liter; aku pun mulai terengah. Dengan napas yang tak seprima sebelumnya, aku berhenti, melepas beban itu dan membiarkannya di aspal, lalu kuletakkan tubuhku sendiri di sebuah dudukan. Menengadah dan, Puji Tuhan, sungguh aku beruntung hari ini! Di sana kulihat lengkung warna-warni itu. Meski tidak tebal benar penampakannya, tipis, tapi cukup jelas terlihat. Hei, tak hanya doaku terkabul karena telah sampai di pulau indah ini tanpa merogoh kantong terlalu dalam, juga cuaca yang bersahabat, tetapi bonus yang ada jauh di atas kepalaku ini sungguh membuatku terhibur!
“Sungguhkah? Haa!”
Aku bergumam sendiri. Tak mengapa, karena tak ada pengunjung lain di dekatku saat itu. Mataku terus kukedipkan, sekadar memastikan. Namun busur warna-warni itu masih nyata di atas sana.
Sumber >> Net
Jalan-Jalan, Menulis Lalu di Bayar
Traveler Istimewa - It sounds like a great idea, right? Dan itu yang terlintas di kepala saya beberapa lama setelah saya menyadari ketertarikan saya terhadap dunia traveling. Lalu apakah saya bisa melakukannya dengan mudah? Ah, pastinya tidak. Saya sempat bertanya kepada kawan saya yang seorang travel writer, bagaimana sih caranya mengirim artikel tentang traveling ? Media cetak mana saja yang sekiranya mau memuat tulisan tentang traveling? Lalu kawan saya ini menuliskan nama beberapa majalah.
Tapi lagi-lagi tidak semudah itu. Saya masih belum memiliki keberanian untuk mengirimkan hasil tulisan perjalanan saya. Pertama, jam terbang saya dalam bepergian masih tidak banyak. Kedua, foto-foto yang saya miliki juga tampaknya tidak terlalu bagus untuk dimuat di dalam majalah. Ah, saya pikir nanti-nanti sajalah. Jika kesempatan itu datang dan saya siap, saya akan menjemputnya!
Adalah Adam dan Susan, pasangan traveler yang menawarkan peluang itu melalui media sosial. Awalnya, saya heran difollow oleh akun twitter @PergiDulu. Ketika melihat hubungan pertemanannya, ternyata mereka adalah follower dari akun @DuaRansel, pasangan traveler yang lebih dulu saya ikuti lini masanya. Karena berkaitan dengan traveling, lalu sayapun memfollow @PergiDulu juga.
Suatu hari, mereka menulis lewat akun twitter mereka, kalau mereka mencari orang yang tertarik untuk menulis di web mereka, dan dibayar. Ya benar, dibayar! Sayapun segera menyambar tawaran itu dengan menyatakan kalau saya tertarik! Bagaimana syaratnya? Kata mereka, mereka mencari tulisan tentang traveling di Indonesia, yang tertarik dipersilakan menghubungi via email.
Saya berpikir, Indonesia? Hm .. Jujur saja, pengalaman saya jalan-jalan di Indonesia yang sekiranya bisa dituliskan sebagai review masih sedikit. Ketika saya mulai ‘serius’ traveling, tujuan pertama saya malah Singapura, lalu Kuala Lumpur, dan Bangkok. Di Indonesia sendiri, saya pernah ke Bali, Bandung, dan beberapa tempat lain, tapi rasanya sudah terlalu lama untuk diulas lagi. Saya mulai agak melupakan tawaran mereka.
Beberapa hari kemudian, mereka menanyakan via pesan langsung di twitter, apakah saya sudah mengirimkan biodata saya via email? Saya bilang belum, karena saya belum sempat. Padahal aslinya sih saya masih bingung, mau menawarkan tulisan seperti apa kepada mereka?? Di sisi lain, saya nggak mau melewatkan kesempatan ini. Saya lalu teringat, eh, bukannya Mei ini saya berencana pergi ke Balikpapan? Kunjungan pertama saya ke Pulau Kalimantan, bahkan saya sudah memesan tiketnya pulang-pergi. Ah! Saya lantas mengirimkan email kepada mereka, dan mengatakan kalau saya berencana berlibur di Balikpapan selama empat hari. Mungkin saya bisa menuliskan beberapa artikel tentang tempat-tempat yang saya kunjungi di Balikpapan ..
Adam dengan baiknya menjelaskan kepada saya, kesepakatan-kesepakatan yang akan terjalin di antara kami kalau saya setuju menulis untuk PergiDulu.com. Dia juga memberitahu saya nominal yang saya terima tiap artikel. Singkat cerita, saya menyetujuinya. Dan melalui balas berbalas email, terjadilah kesepakatan saya menulis untuk mereka.
Sepulang saya dari Balikpapan, beberapa hari setelahnya saya segera menyusun outline. Dari outline yang saya buat itu, ada sepuluh cerita yang saya ajukan. Tapi dalam perkembangannya, hanya enam cerita yang tereksekusi. Saya beruntung mengenal pasangan yang melangsungkan pernikahan di Pulau Dewata ini. Selain baik, mereka juga sabar. Saat memberikan artikel pertama, mereka memberikan input untuk tulisan saya, hal-hal apa yang perlu diperbaiki, ditambah, atau dieliminir. Mereka juga sabar mengingatkan ketika saya mulai ‘menghilang’. Maklum saja, secara saya bukan murni seorang penulis dan sebagai pekerja kantoran, saya tidak dapat lancar menulis secara mingguan. Kadang-kadang malah ketika sudah dipanggil-panggil oleh Adam, inspirasi itu datang begitu saja saat jam kantor, dan saya mulai menulis, haha –tentunya saat tidak ada kerjaan.
Untuk sementara saya cukup puas dengan enam tulisan saya yang dipublikasikan di PergiDulu.com. Saya rasa review yang saya tulis tentang tempat-tempat di Balikpapan sudah cukup informatif. Tapi untuk menyebut diri saya sebagai seorang travel writer, masih jauuuh jalannya, hahaa. Masih banyak yang harus diperbaiki dan dikembangkan dalam tulisan saya. Saya juga bersyukur punya teman yang mau memberikan waktunya untuk membaca dan mengedit tulisan saya. Saya ingat, saat menerima beberapa artikel awal, Lia -teman yang juga seorang penulis, banyak memberi komentar dan editan di sana sini. Kalimat saya terlalu panjang lah, ada penggunaan kata yang tidak tepat lah, tapi masukan-masukan ini benar-benar berguna. Namun sekitar tiga artikel terakhir, dia sudah tidak banyak berkomentar karena menurutnya sudah baik. Yippieee!! Inilah hal yang saya sukai saat saya memperoleh tawaran menulis untuk pihak lain: Ada orang lain yang menilai kelayakan tulisan saya untuk dibaca publik. Buat saya hal itu lebih berharga nilainya dibandingkan nominal uang yang saya terima.
Jadi, untuk kamu yang menyukai traveling dan juga menulis, mulailah mencoba untuk menulis perjalananmu. Pertama-tama, tuangkan di blog pribadi – seperti yang sudah saya lakukan. Selanjutnya, mulai awas dengan setiap kesempatan yang datang. Ketika kamu sudah terbiasa menulis dan kesempatan untuk menulis bagi pihak lain itu datang, setidaknya kamu sudah setengah siap. Tinggal menyiapkan diri untuk berkomitmen menulis lebih rutin, dan bersedia dikritik untuk setiap tulisan yang diajukan. Dan apalagi kalau dapat bonus berupa uang, lebih senang lagi bukan? Saya ingat beberapa hari lalu, Adam memberitahu saya tentang proses pembayaran, lalu Susan mentransfer sejumlah uang sesuai jumlah artikel yang saya kirim. Tanggal tua, dapat bayaran di luar pendapatan utama. Menyenangkan, bukan?
Happy traveling and… happy writing!! ^^
Sumber Artikel >> http://travelerwannabe04.blogspot.co.id/
Sejarah Pendakian Gunung
Traveler Istimewa - Meneliti kembali sejarah pendakian gunung akan kembali membuka berbagai catatan yang tidak cukup jelas, hal ini haruslah dimaklumi, karena kegiatan ini telah dimulai manusia dimana saat itu teknologi tidaklah seperti yang terlihat saat ini. Oleh karenanya banyak tulisan tentang para pelaku sejarah pendakian gunung hanya berupa catatan kecil dan banyak penulis hanya mereka-reka tentang apa yang sebenarnya dipikirkan oleh mereka dalam tujuannya menggapai tempat tertinggi di dunia.
"Because it is there” jika boleh meminjam kutipan kata dari sang legendaris George Mallory ketika ditanya alasannya mengapa mendaki gunung.
Apakah menggapai tempat tertinggi telah mengispirasi kegiatan pembangunan manusia selanjutnya, seperti pembangunan altar untuk roh, menyaksikan pemandangan sebuah kota dari puncak bangunan atau juga membangun menara yang berhubungan dengan pengamatan cuaca dan geologi.
Saat ini, pendakian gunung merupakan bagian dari olahraga, hobi bahkan telah menjadi sebuah profesi.
Kegiatan pendakian gunung membutuhkan kekuatan fisik dan mental, hingga persiapan logistik yang baik untuk bisa berhasil. Selain sebagai kegiatan yang kian diminati, saat ini pendakian gunung juga memberikan kontribusi pada berbagai kegiatan ilmiah.
Berikut adalah beberapa catatan penting dalam sejarah pendakian gunung :
- 1874 - Grove, Gardiner, Walker, Sottajev dan Knubel mencapai puncak gunung tertinggi di Eropa: Elbrus.
- 1913 - Karstens, Harper, Tatum dan Stuck mencapai puncak gunung tertinggi di Amerika Utara: Gunung McKinley (Gunung Denali).
- 1953 - Norgay dan Hillary mencapai puncak gunung tertinggi di dunia: Mount Everest di Nepal.
- 1985 - Dick Bass mencapai Mount Everest dan menjadi orang pertama yang mencapai seluruh Seven Summits.
Tidak semua orang dilahirkan untuk daerah yang keras seperti gunung. Namun hal ini bukan berarti kita tidak dapat melakukan petualangan didaerah keras seperti gunung. Untuk dapat melakukannya kita harus melatih dengan baik dan terus melakukan hingga memiliki berbagai pengalaman yang cukup. Peralatan yang paling mahal tidak akan memberikan kompensasi, jadi pastikan kita terus membangun pengalaman pendakian kita.
Hiking, merupakan komponen yang lebih lembut dari pendakian gunung (Mountaineering), karena murni berjalan di jalur-jalur yang jelas di gunung dengan tujuan menjelajahi dan menikmati alam. Yang bisa didapatkan dari hal seperti ini adalah keakraban dengan alam dan tidak perlu dilakukan dengan tergesa-gesa bahkan banyak kegiatan bisa dilakukan di dalamnya.
Istilah "Hiking" digunakan oleh semua negara-negara berbahasa Inggris, namu di berbagai Negara menggunakan istilah yang lain. Australia, misalnya, menggunakan istilah " bushwalking" sementara Inggris menyebutnya "Walking." Sementara mendaki lebih dari satu malam disebut "Backpacking" sementara itu di Selandia Baru menyebutnya sebagai "Tramping."
Saat ini, kegiatan pendakian gunung telah menjadi industri penghasil uang yang cukup besar. Banyak website menawarkan berbagai aktifitas kegiatan dan menawarkan demikian banyak peralatan dan kebutuhan para penggiatnya. Kegiatan ini akan terus berkembang dan saat ini popularitasnya terus meningkat. Tentu saja ini semua akan berimbas pada terciptanya catatan-catatan sejarah baru dalam dunia pendakian gunung.
Sumber >> http://felistigris.ucoz.net/publ/sejarah_pendakian_gunung/1-1-0-3
Mitos, Legenda dan Sejarah yang Hilang Gunung Parang Purwakarta
Traveler Istimewa - Gunung Parang yang terletak di wilayah kabupaten Purwakarta, Jawa barat, adalah gugusan pegunungan batuan andesit purba yang terjadi dari sebuah intrusi, yaitu magma (bahan gunung api) yang menerobos menuju ke permukaan, namun membeku sebelum muncul ke permukaan untuk menjadi gunung api. Sejalan dengan waktu, tanah di atas intrusi ini tererosi dan akhirnya memunculkan gunung. Sejauh ini masih belum ada penelitian resmi ataupun tidak resmi yang mendalam Gunung Parang ini.
Gunung Parang sendiri memiliki ketinggian total 963 meter dari permukaan laut, dengan diapit oleh dua bendungan terbesar di Indonesia yaitu Jatiluhur dan Cirata. Secara administrasi Gunung Parang terletak di Kecamatan Tegalwaru dan menjadi perbatasan antara dua desa yaitu Desa Sukamulya dan Desa Pasanggrahan.
Mitos dan Legenda
Sampai saat inipun dibalik keindahan Gunung Parang, masih tersimpan beberapa mitos dan legenda yang beredar di Gunung Parang.
Ada beberapa legenda yang beredar di masyarakat antara lain; Nyai Ronggeng, Ki Pat Tinggi, Ki Jonggrang dan Mbah Jambrong, dan beberapa lainnya. Masing-masing legenda tersebut saling terkait dan akhirnya berujung pada Kerajaan Padjajaran.
Sudah menjadi hal yang wajar jika masyarakat sekitar masih mempercayai hal-hal di luar nalar yang terjadi seperti teluh (santet), pesugihan, dan lain sebagainya.
Masih diperlukan pendalaman sejarah dan budaya, karena biasanya di balik sebuah legenda, ada sebuah kearifan adi luhung dari nenek moyang sebelumnya.
Sejarah yang hilang
Dirunut dari asal usul nenek moyang, kebanyakan berasal dari wilayah Sukaraja, Kabupaten Tasikmalaya. Namun hal ini masih perlu penelitian lebih jauh tentang asal usul masyarakat yang pertama kali mendiami lingkar gunung ini.
Dari sisi budaya, banyak masyarakat terutama generasi muda yang sudah tidak mengenal adat dan budaya sunda yang menjadi dasar kehidupan mereka saat ini. Ini bisa dimaklumi, karena kakek nenek bahkan orangtua mereka tidak menurunkan atau mengajarkan adat dan budaya secara langsung kepada mereka.
Bahkan dari sisi bahasa pun, masing-masing kampung di lingkar Gunung Parang memiliki aksen bahasa sunda yang berbeda satu sama lain, meski hanya terpisah 2-3 km jaraknya. Begitu pula dengan karakter dan kehidupan dimasing-masing kampung yang memiliki keunikan dan menambah kekayaan budaya di lingkar Gunung Parang.
Sumber >> Badega Gunung Parang
Sejarah Gunung Ciremai
Cara Memasang Hammock
Traveler Istimewa - Bagi anda yang baru mengenal hammock atau baru membeli hammock dan tak tau cara memasangkannya, ini dia sedikit penjelasan cara memasang hammock...
Ada beberapa hal yang perlu sobat perhatikan, yaitu
1. Jarak Pohon
Usahakan terdapat minimal 2 pohon sebagai pengkait webbing hammock. Kalau cuma 1 pohon biasanya dipakai untuk bunuh diri. Jarak pohon satu dengan yang lainnya sekitar 3 meter atau sesuaikan dengan panjang hammock yang akan dipasang, hal ini demi kenyamanan sobat tiduran di hammock.
2. Kondisi Hammock
Sebelum memasang hammock lebih baik cek kondisi hammock sobat terlebih dahulu. Pastikan tidak ada lubang di kain hammock sobat, biasanya kain hammock berlubang karena terkena rokok. Selain itu cek webbing hammock sobat, biasanya webbing akan rusak karena terkena gesekan pohon. Apabila sudah tidak memungkinkan bisa sobat potong, kalau perlu beli yang baru lagi. Cek tali prusik, jika hammock sobat memakai suspensi ini. Cek quicklink, ring O, karabiner, dll (alat yang menghubungkan prusik dengan webbing). Jika kondisinya sudah bahaya mending ganti hammock saja yang merknya Elve Good Life Hammock.
3. Memasang TALI
Ini hal yang paling penting. Jika hammock sobat sudah terpasang, lebih baik sobat cek terlebih dahulu apakah kencang atau tidak hammock yang sudah sobat pasang sebelum menaikinya. Banyak cara menali hammock agar kencang dan aman, sobat bisa cari di google.
Sumber : Net
MISTERI DI BALIK KEINDAHAN GUNUNG CIREMAI
Gunung Ciremai, Jawa Barat, Istimewa |
Tak hanya itu, bagi sebagian masyarakat Kuningan dan sekitarnya, Gunung Ciremai diyakini sebagai asal muasal nenek moyang orang Jawa Barat. Keyakinan ini semakin kuat ketika para ahli arkeolog menemukan beberapa perkakas dari Zaman Batu Besar (Megalithikum) yang ditaksir berusia sekitar 3.000 tahun SM. Gunung Ciremai menjulang membelah beberapa kabupaten karena bentuk undakkannya. Gunung Ciremai berada di antara dua kabupaten yaitu Kuningan sebelah timur dan Majalengka sebelah barat. Jika Anda tertarik mendakinya, puncak Ciremai bisa dicapai melalui tiga jalur. Yaitu jalur pendakian Palutungan dari arah selatan, Majalengka dari arah barat, dan Linggarjati dari arah timur.
Gunung Ciremai memiliki jalan pendakian yang berkelok. Pintar-pintar memilih jalur pada Gunung Ciremai ini menjadi hal yang harus diperhatikan. Pilihlah jalur yang aman, yaitu jalur Palutungan atau Majalengka. Jangan dari Linggarjati, karena jalur ini terkenal terjal dan curam dengan sudut kemiringan antara 70 sampai 80 derajat. Apalagi bagi Anda yang masih amatir.
Tikungan tajam yang dimiliki jalur menuju Gunung Ciremai ini semakin menambah kental kesan misteri Gunung Ciremai itu sendiri. Jalur Linggarjati tak hanya menguras tenaga, pendakinya rentan mengalami mountsickness (penyakit gunung). Ditandai dengan gejala mual, pusing, sedikit ngilu pada persendian, disertai halusinasi dan mengigau. Jalur ini mungkin justru akan menantang adrenalin Anda. Terutama bagi Anda yang memang menantikan bagaimana sensasi menyeramkan dari Gunung Ciremai tersebut.
Jalur Menuju Puncak Gunung Ciremai, Istimewa |
Ketinggian Gunung Ciremai yang sebenarnya tidak terlalu tinggi itu tidak mengurangi minat para pendaki untuk menaklukkannya. Gunung Ciremai dinilai sebagai salah satu gunung paling sukar di tanah Jawa. Gunung maut. Karena untuk mencapai puncaknya, butuh waktu dan tenaga ekstra. Belum lagi dengan kondisi alam yang tergolong berbahaya. Kehati-hatian menjadi syarat utama. Jika ceroboh, nyawa taruhannya. Hal itu seperti menjadi warna tersendiri dalam cerita misteri Gunung Ciremai Jika kita memulai pendakian dari Linggarjati, perjalanan akan dimulai dari ketinggian sekitar 750 mdpl. Akibatnya, waktu tempuh untuk mencapai puncak menjadi cukup lama. Rata-rata 12 sampai 16 jam perjalanan. Dan di antara semua gunung yang ada di Jawa, hanya Gunung Ciremai yang memulai pendakian dari ketinggian seperti itu.
Masuk akal jika tantangan alam seperti ini yang menyebabkan banyak pendaki meninggal dunia. Karena kelelahan, minim atau habisnya persediaan makanan, hingga tersesat dari jalur pendakian. Cerita hilangnya nyawa pendaki di Gunung Ciremai itu semakin menambah cerita tentang misteri Gunung tertinggi di Jawa Barat yang terkesan mencekam itu. Gunung Ciremai dengan jalur mautnya dan seringnya jatuh korban dari para pendaki, ternyata menimbulkan berbagai cerita rakyat. Salah satunya, beberapa kawasan di Gunung Ciremai diceritakan memiliki aura mistik yang kental. Lahirnya cerita misteri Gunung Ciremai pun tidak bisa dihindarkan.
Beberapa kawasan di Gunung Ciremai bahkan dianggap memiliki aura mistik yang kental. Sehingga ungkapan misteri yang menjadi kisah rakyat di bacakan dalam bisik ke bisik, pun marak terlahir dari daerah-daerah itu. Misalnya, beberapa situs (tempat) yang dianggap angker dan keramat. Penuh misteri. Seperti situs Kuburan Kuda. Konon, di area ini terdapat kuburan kuda milik tentara Jepang di masa penjajahan. Kuda tersebut digunakan para tentara Jepang untuk mengawasi para pekerja rodi. Jika melewati daerah ini, sering terdengar ringkikan kuda tanpa pernah terlihat jelas wujudnya. Cerita misteri Gunung Ciremai ini juga disuguhkan oleh sebuah situs bernama situs Papa Tere. Situs ini dianggap angker karena pernah terjadi pembunuhan terhadap seorang anak oleh ayah tirinya.
Situs Sangga Buana dan Pengasungan atau Pengasinan, juga dikabarkan tak kalah angker. Di situs Pengasungan terdapat ladang yang tanamannya tak pernah layu, yaitu edelweiss. Keindahan alam di kedua situs tersebut, kalah pamor dengan nuansa keangkerannya.
Situs Sangga Buana dan Pengasungan. Hutan Mengerikan di Dunia |
Cerita misteri Gunung Ciremai tersebut lahir dari banyak cerita menyeramkan. Kejadian-kejadian mengerikan yang menumpuk selama berpuluh- puluh tahun menjadi penyebab angkernya Gunung Ciremai.
Tidak bisa dipungkiri jika berbagai cerita menyeramkan yang menjadi misteri Gunung Ciremai tersebut hadir akibat perilaku manusia itu sendiri. Kejahatan dan perilaku yang tidak menyenangkan pada masa lampau meninggalkan keangkeran yang tidak bisa dijelaskan oleh nalar manusia. Di antara situs-situs yang sudah disebutkan tadi, situs Batu Lingga lah yang menjadi tempat paling sakral.
Misteri Gunung Ciremai pun dipercaya terpusat di kawasan ini. Tempat ini dipercaya bahwa pada masa lalu Sunan Gunung Jati (salah satu dari wali songo) pernah menyendiri dan berkhotbah kepada para pengikutnya. Sehingga, hingga sekarang Batu Lingga sering jadi tempat ngalap berkah dan dipercaya membantu mereka yang sedang dalam kesulitan.Menurut kepercayaan masyarakat setempat, di situs Batu Lingga ini dijaga oleh dua makluk halus bernama aki dan nini serentet buntet. Penampakannya berbentuk sepasang macan tutul jadi-jadian. Kisah menyeramkan mengenai Gunung Ciremai yang terjadi di kawasan ini benar-benar membuat siapapun merasa ketakutan.
Persebaran kisah mengenai hal hal misterius pada Gunung Ciremai ternyata tak hanya kawasan-kawasan tertentu yang dianggap memiliki aura supranatural. Beberapa hewan juga diyakini mempunyai kekuatan mistik. Ada Ayam Alas dengan bulunya yang bersih mengkilat. Ada pula Jalak Hitam dan Tawon Hitam. Dua binatang yang sering terlihat mengikuti para pendaki Gunung Ciremai.
Ayam alas, Istimewa |
Siapa saja yang ingin mencapai puncaknya dengan cepat dan selamat sampai rumah diharuskan membawa ikan asin. Entah apa maksudnya. Tidak ada yang tahu. Cerita dari mulut ke mulut ini, memang sukar diuji kebenarannya. Misteri Gunung Ciremai mungkin selamanya akan tetap tak terungkap. Tapi, tidak ada salahnya kita mengetahui cerita- cerita tersebut. Bukan untuk diyakini, apalagi ditakuti, tetapi dapat dianggap sebagai kekayaan tradisi suatu masyarakat.
Kepercayaan masyarakat setempat menjadi warna tersendiri ketika berkaitan dengan beredarnya cerita misteri Gunung Ciremai. Mereka, selaku masyarakat setempat, memiliki peranan yang cukup besar dalam tersebarnya cerita-cerita tersebut di masyarakat secara luas. Bagaimanapun keadaannya, percaya atau tidak semua itu kembali kepada pemikiran dan penilaian masing-masing. Satu hal yang harus dihargai dari cerita misteri Gunung Ciremai ini adalah posisinya sebagai salah satu kekayaan cerita rakyat di Jawa Barat. Sebuah kekayaan cerita atau budaya lisan yang tetap harus dihargai.
Sumber Artikel : http://didiandrytea.heck.in
Gunung Parang Purwakarta, Destinasi Wisata Sejuta Impian
Badega Gunung Parang merupakan obyek wisata alam yang menawarkan pengalaman berpetualang memanjat tebing hingga mendaki gunung yang boleh dicoba para pengunjung.
Seperti apa destinasi yang ditawarkan di balik rahasia keindahan Gunung Parang? Berikut ulasannya.
1. Nginap di Rumah Adat Suku Baduy
Suasana di area wisata alam Badega Gunung Parang |
Anak-anak memanjat via ferrata di Tebing Parang, Purwakarta, Jawa Barat. |
Gunung Parang, Kampung Cihuni, Desa Sukamulya,Kecamatan Tegalwaru, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat |
Sejarah Gunung Bromo dan Legenda Tengger
Gunung Bromo, Istimewa |
Disebut suku Tengger di kawasan Gunung Bromo, Nama Tengger berasal dari Legenda Roro Anteng juga Joko Seger yang diyakini sebagai asal usul nama Tengger itu. “Teng” akhiran nama Roro An-”teng” dan “ger” akhiran nama dari Joko Se-”ger” dan Gunung Bromo sendiri dipercaya sebagai gunung suci. Mereka menyebutnya sebagai Gunung Brahma. orang Jawa kemudian menyebutnya Gunung Bromo.
Di sebuah kisah tentang Sejarah Gunung Bromo | Legenda Bromo Tengger beginilah asal – usul legenda Gunung Bromo.
Di sebuah pertapaan, istri seorang Brahmana / Pandhita baru saja melahirkan seorang putra dengan fisiknya sangat bugar dengan tangisan yang sangat keras ketika lahir, karenanya bayi tersebut diberi nama ” JOKO SEGER “.
Upacara adat suku Tengger. Masyarakat suku Tengger menganut agama dan aturan Hindhu. Istimewa |
Dari hari ke hari tubuh Rara Anteng tumbuh menjadi besar. Garis-garis kecantikan nampak jelas diwajahnya. Termasyurlah Rara Anteng sampai ke berbagai tempat. Banyak putera raja melamarnya. Namun pinangan itu ditolaknya, karena Rara Anteng sudah terpikat hatinya kepada Joko Seger.
Suatu hari Rara Anteng dipinang oleh seorang bajak yang terkenal sakti dan kuat. Bajak tersebut terkenal sangat jahat. Rara Anteng terkenal halus perasaannya tidak berani menolak begitu saja kepada pelamar yang sakti. Maka ia minta supaya dibuatkan lautan di tengah-tengah gunung. Dengan permintaan yang aneh, dianggapnya pelamar sakti itu tidak akan memenuhi permintaannya. Lautan yang diminta itu harus dibuat dalam waktu satu malam, yaitu diawali saat matahari terbenam hingga selesai ketika matahari terbit. Disanggupinya permintaan Rara Anteng tersebut.
Pelamar sakti tadi memulai mengerjakan lautan dengan alat sebuah tempurung (batok kelapa) sehingga pekerjaan itu hampir selesai. Melihat kenyataan demikian, hati Rara Anteng mulai gelisah. Bagaimana cara menggagalkan lautan yang sedang dikerjakan oleh Bajak itu? Rara Anteng merenungi nasibnya, ia tidak bisa hidup bersuamikan orang yang tidak ia cintai. Kemudian ia berusaha menenangkan dirinya. Tiba-tiba timbul niat untuk menggagalkan pekerjaan Bajak itu.
Rara Anteng mulai menumbuk padi di tengah malam. Pelan-pelan suara tumbukan dan gesekan alu membangunkan ayam-ayam yang sedang tidur. Kokok ayam pun mulai bersahutan, seolah-olah fajar telah tiba, tetapi penduduk belum mulai dengan kegiatan pagi.
Bajak mendengar ayam-ayam berkokok, tetapi benang putih disebelah timur belum juga nampak. Berarti fajar datang sebelum waktunya. Sesudah itu dia merenungi nasib sialnya. Rasa kesal dan marah dicampur emosi, pada akhirnya Tempurung (Batok kelapa) yang dipakai sebagai alat mengeruk pasir itu dilemparkannya dan jatuh tertelungkup di samping Gunung Bromo dan berubah menjadi sebuah gunung yang sampai sekarang dinamakan Gunung Batok.
Dengan kegagalan Bajak itu membuat lautan di tengah-tengah Gunung Bromo, suka citalah hati Rara Anteng. Ia melanjutkan hubungan dengan kekasihnya, Joko Seger. Kemudian hari, Rara Anteng dan Joko Seger menikah sehingga menjadi pasangan suami istri yang bahagia, karena keduanya saling mengasihi dan mencintai.
Ilustrasi, Jaka Seger dan Rara Anteng, Istimewa |
Dari waktu ke waktu masyarakat Tengger hidup makmur dan damai, namun sang penguasa tidaklah merasa bahagia, karena setelah beberapa lama pasangan Rara Anteng dan Jaka Tengger berumahtangga belum juga dikaruniai keturunan. Kemudian diputuskanlah untuk naik ke puncak gunung Bromo untuk bersemedi dengan penuh kepercayaan kepada Yang Maha Kuasa agar di karuniai keturunan.
Tiba-tiba ada suara gaib yang mengatakan bahwa semedi mereka akan terkabul namun dengan syarat bila telah mendapatkan keturunan, anak yang bungsu harus dikorbankan ke kawah Gunung Bromo, Pasangan Roro Anteng dan Jaka Seger menyanggupinya, kemudian didapatkannya 25 orang putra-putri, namun naluri orang tua tetaplah tidak tega bila kehilangan putra-putrinya. Pendek kata tentang Sejarah Gunung Bromo | Legenda Bromo Tengger, pasangan Rara Anteng dan Jaka Seger ingkar janji, Dewa menjadi marah dengan mengancam akan menimpakan malapetaka, kemudian terjadilah prahara keadaan menjadi gelap gulita sehingga kawah Gunung Bromo menyemburkan api.
Kusuma anak bungsunya lenyap dari pandangan terjilat api kemudian masuk ke kawah Bromo, bersamaan hilangnya Kesuma terdengarlah suara gaib: ”Saudara-saudaraku yang kucintai, aku telah dikorbankan oleh orang tua kita dan Hyang Widi menyelamatkan kalian semua. Hiduplah damai dan tenteram, sembahlah Syah Hyang Widi. Aku ingatkan agar kalian setiap bulan Kasada pada hari ke-14 mengadakan sesaji yang berupa hasil bumi kemudian di persambahkan kepada Hyang Widi asa di kawah Gunung Bromo. sampai sekarang kebiasaan ini diikuti secara turun temurun oleh masyarakat Tengger dan setiap tahun diadakan upacara Kasada di Poten lautan pasir dan kawah Gunung Bromo.
Begitulah Sejarah Gunung Bromo | Legenda Bromo Tengger semoga cerita ini menjadi budaya yang tak terlupakan, hingga sampai sekarang Gunung Bromo menjadi tempat begitu indah juga menjadi lokasi Wisata Bromo meski di selimuti banyak misteri.
Artikel By : http://wisatabromo.com