Jumat, 24 April 2015

Mendaki Gunung adalah Soal Mental


Pernahkah anda mengeluh saat mendaki gunung? Atau tiba-tiba kehilangan motivasi dan semangat saat mencoba melewati tanjakan yang seolah tak ada habisnya? Atau juga merasa putus asa dan ingin segera pulang, karena merasa kekuatan fisik anda sudah mencapai batas limit di tengah perjalanan? Terus terang saya pernah mengalami hal itu semua.


Banyak orang bilang, mendaki gunung harus bermodalkan kekuatan fisik yang kuat, jika kekuatan fisik kita lemah, jangan coba-coba untuk mendaki gunung. Ya, hal itu memang benar, fisik akan sangat dibutuhkan saat mendaki tanjakan-tanjakan gunung tertinggi, sekaligus sebagai modal untuk memikul beban berat dalam carrier di pundak kita. Tapi jika anda menomorsatukan kekuatan fisik sebagai modal mendaki, dan hanya terfokus kepada kekuatan fisik saja, saya kurang sependapat dengan anda. Ada satu hal lain yang lebih penting dari sekedar fisik yang kuat, yakni mental.
Menurut pengalaman saya, modal kuat fisik saja benar-benar tak cukup, perlu ketahanan mental yang benar-benar tangguh untuk dapat melewati setiap rintangan dalam mendaki gunung. Saya sering mendapati teman seperjalanan mendaki yang terus menerus mengeluh sepanjang perjalanan, padahal saya tahu dia memiliki kekuatan fisik yang cukup tangguh. Namun tak jarang juga saya melihat kawan seperjalanan, yang semula saya kira akan kerepotan dan banyak mengeluh karena fisiknya yang tak terlalu tangguh, namun kenyataannya dia enjoy-enjoy saja dari awal hingga akhir pendakian, dia terlihat sangat menikmati setiap momen dalam perjalanan, meski kerap kali dia kerepotan dalam melewati tanjakan, tapi tak sedikit pun dia mengeluh, rautnya tenang-tenang saja, dan bahkan selalu ceria bercanda tawa saat break sejenak diantara tanjakan-tanjakan yang menghadang.
Terus terang, saya sendiri bukan termasuk kategori pendaki yang memiliki kekuatan fisik yang tangguh, dan mungkin juga saya membuat tulisan ini terdorong dari kelemahan saya itu, hihi. Namun terlepas dari alasan tersebut, menurut pengalaman saya mengamati pendaki-pendaki yang pernah saya temui, seorang pendaki bermental tangguh benar-benar lebih memiliki value dibanding yang mereka bermental tempe. Ketahanan mental benar-benar sangat dibutuhkan terutama ketika tiba-tiba kita dihadapkan pada sebuah kondisi yang sangat sulit, dimana kondisi-kondisi sulit tersebut tak jarang terjadi pada sebuah pendakian. Tanpa mental yang tangguh, kondisi-kondisi buruk semisal terkena cedera, terserang hipotermia, atau tersesat kehilangan arah, takkan mampu kita atasi dengan baik, dan hal itu bisa sangat mengancam keselamatan diri kita. Pendaki dengan mental yang payah akan benar-benar panik saat tersesat, dan tak jarang dari kepanikan tersebut timbullah keputusan-keputusan salah yang membuat kondisinya semakin buruk. Berbeda dengan mereka yang memiliki mental tangguh dan pengetahuan baik, saat tersesat, mereka akan berusaha untuk mengontrol kepanikan dalam dirinya dan semua anggota kelompoknya, berusaha tetap tenang dan memikirkan langkah-langkah yang harus diambil agar dapat segera keluar dari situasi buruk tersebut. Itulah value yang saya maksud, yang hanya dimiliki para pendaki bermental baja.
Perlu saya tekankan, mendaki gunung bukanlah kegiatan yang mudah untuk dilakukan, keselamatan dan nyawa kita benar-benar sangat dipertaruhkan di setiap pendakian. Gunung bukan tempat yang bisa seenaknya dikunjungi oleh sembarang orang, gunung bukan tempat bermain yang bisa kita sepelekan, gunung adalah tempat indah yang penuh dengan ancaman. Perlu persiapan yang benar-benar matang sebelum kita melakukan pendakian, baik dari segi peralatan, kekuatan fisik, dan terutama ketahanan mental.
Tulisan ini dibuat oleh seorang pendaki amatir yang masih dalam tahap proses belajar untuk menjadi pendaki yang lebih baik, maka dari itu, mohon maaf bila ada kesalahan kata ataupun bahasa yang menyinggung. Silahkan meluangkan waktu untuk mengoreksi tulisan ataupun menambahkan materi yang berhubungan dengan tulisan pada kolom komentar. Salam Lestari!

0 komentar:

Posting Komentar